Mengalirkan Kehidupan: Panggilan Spiritual di Tengah Krisis Ekologis
TIMESINDONESIA, JAKARTA – Di tengah dunia yang kian gersang, secara ekologis maupun spiritual, pesan nubuat Nabi Yehezkiel tentang air yang mengalir dari Bait Allah (Yeh 47:1–12) menjadi gema profetis yang sangat relevan.
Dalam penglihatannya, air yang mula-mula hanya setinggi mata kaki itu makin dalam dan deras hingga menumbuhkan pepohonan serta menghidupkan ikan di laut yang sebelumnya mati. Air itu menjadi simbol rahmat Ilahi yang mengalir ke seluruh ciptaan, menyembuhkan dan memperbarui kehidupan.
Advertisement
Namun pesan Yehezkiel tak berhenti pada simbolisasi ritual. Ia menyentuh inti iman ekologis: bahwa Allah tidak hanya berdiam di bait yang kudus, tetapi mengalir keluar, masuk ke dunia, ke tanah, ke laut, ke setiap sel kehidupan.
Dengan kata lain, Bait Allah bukanlah tempat yang menahan rahmat, melainkan sumber yang mengalirkannya.
Ekoteologi: Menemukan Tuhan dalam Aliran Kehidupan
Ekoteologi menegaskan bahwa seluruh ciptaan adalah refleksi dari kasih dan kebijaksanaan Allah. Alam bukan sekadar “latar” kehidupan manusia, tetapi tubuh kosmis yang dihembusi napas ilahi. Ketika manusia menghancurkan keseimbangan alam, ia sesungguhnya menutup aliran rahmat itu, mengeringkan “sungai kehidupan” yang seharusnya menghidupi semuanya.
Panggilan spiritual kita di era krisis ekologis ini adalah menjadi saluran air kehidupan: menghadirkan kembali harmoni antara manusia, alam, dan Sang Pencipta.
Iman yang sejati tidak berhenti pada doa dan ritual, tetapi mengalir menjadi tindakan pemulihan bumi—menanam, merawat, membersihkan, dan menumbuhkan kembali.
Ketika Sains Bertemu Spiritualitas
Menariknya, simbol air kehidupan kini menemukan padanannya dalam penemuan ilmiah tentang mikroorganisme baik yang bekerja di alam. Seperti yang terdapat dalam teknologi Probiotik PRO EM1.
Cairan ini mengandung konsorsium mikroba yang menumbuhkan kehidupan baru di tanah, air, dan bahkan dalam tubuh manusia. Ketika mikroba ini bekerja, tanah yang mati kembali subur, air menjadi jernih, dan sistem biologis yang rusak mulai pulih.
Fenomena ini bukan sekadar inovasi teknologi; ia adalah refleksi nyata dari prinsip ilahi yang sama dengan nubuat Yehezkiel: kehidupan mengalir melalui yang hidup.
Probiotik menjadi perpanjangan dari rahmat Tuhan dalam bentuk ilmiah, membawa kehidupan ke tempat yang tandus.
Mengalir dari Dalam Diri
Yesus berkata, “Barangsiapa percaya kepada-Ku, dari dalam hatinya akan mengalir aliran-aliran air hidup” (Yoh 7:38).
Pernyataan ini meneguhkan bahwa sumber pemulihan sejati berawal dari batin manusia. Ketika hati dibersihkan dari ego, dendam, dan kerakusan, rahmat Tuhan mulai mengalir. Bukan hanya bagi diri sendiri, namun bagi seluruh ekosistem kehidupan di sekitar.
Maka, menjadi orang beriman di zaman ini berarti menjadi bait Allah yang hidup: yang terus mengalirkan kasih, keadilan, dan pemulihan, baik bagi sesama manusia maupun bumi yang terluka.
Panggilan untuk Mengalir
Kita hidup di masa ketika bumi menjerit karena ulah manusia. Sungai-sungai tercemar, tanah menjadi tandus, dan udara semakin pengap oleh kerakusan. Di sinilah panggilan spiritual itu bergema kembali: mengalirlah!
Jangan biarkan rahmat Tuhan berhenti di dalam dirimu. Jadilah sungai kehidupan bagi dunia yang kering.
Melalui iman yang mengalir, dan melalui ilmu yang menumbuhkan—termasuk sains ekologis seperti PRO EM1, kita mengambil bagian dalam karya besar Tuhan: memulihkan ciptaan-Nya. Sebab Tuhan masih bekerja, dan air kehidupan itu masih terus mengalir bagi mereka yang mau membuka hati. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
| Editor | : Deasy Mayasari |
| Publisher | : Rifky Rezfany |