Model Pembentukan Core Values sebagai Kunci Terbentuknya Budaya Positif Sekolah

TIMESINDONESIA, MALANG – Dalam satu dekade terakhir, sekolah-sekolah unggulan dan sekolah Islam terpadu menunjukkan pesatnya perkembangan lembaga pendidikan di Indonesia. Sekolah-sekolah ini tidak hanya berlomba dalam prestasi akademik, tetapi juga menonjolkan program pembinaan karakter sebagai ciri khasnya. Namun, di balik keberhasilan tersebut, terdapat tantangan serius yaitu banyak lembaga pendidikan menghadapi kesulitan menjaga konsistensi penerapan nilai-nilai karakter di kehidupan sehari-hari sekolah.
Peneliti menemukan bahwa core values - nilai-nilai dasar yang seharusnya menjadi pedoman moral dan perilaku lembaga - sering kali berhenti pada tataran formalitas. Nilai-nilai tersebut ditulis di dinding sekolah, tercantum dalam dokumen visi-misi, namun tidak selalu mengakar dalam perilaku guru, siswa, dan tenaga kependidikan. Akibatnya, antara nilai yang diidealkan dengan budaya nyata di sekolah sering kali tidak sejalan.
Advertisement
Melihat kondisi tersebut, peneliti melakukan kajian mendalam terhadap Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT) Al-Ibrah Gresik, sebuah sekolah Islam terpadu yang dinilai berhasil mengembangkan tata nilai kelembagaan melalui akronim AL-IBRAH (Amanah, Loyal, Inisiatif, Bugar, Responsif, Adaptif, dan Humanis). Al-Ibrah bukan sekadar identitas kelembagaan, tetapi merupakan “ruh organisasi” yang menghidupkan seluruh sistem sekolah. Core Values bukan hanya simbol atau slogan, melainkan harus menjadi pedoman etika dan perilaku seluruh warga sekolah. Ketika nilai dihidupi, bukan hanya diajarkan, di situlah pendidikan menemukan maknanya.
Dalam penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif dengan paradigma konstruktivisme ini, peneliti menelusuri bagaimana core values di SMPIT Al-Ibrah dirumuskan, disosialisasikan, diinternalisasi, hingga akhirnya membentuk budaya sekolah yang khas. Pembentukan nilai inti berjalan melalui tiga tahapan utama; 1) Perencanaan (Designing Values), sekolah bersama yayasan melakukan pemetaan nilai dasar yang dianggap penting dan mencerminkan identitas lembaga. Proses ini melibatkan guru, pimpinan sekolah, dan perwakilan orang tua. Nilai-nilai AL-IBRAH dipilih karena mencerminkan keseimbangan antara nilai spiritual, sosial, dan profesional (amanah dalam tanggung jawab, loyal dalam pengabdian, inisiatif dalam inovasi, bugar dalam semangat, responsif terhadap perubahan, adaptif terhadap teknologi, dan humanis dalam hubungan antarinsan). 2) Pelaksanaan (Living the Values), Core values diintegrasikan ke dalam seluruh kegiatan sekolah mulai dari pembelajaran di kelas, kegiatan ekstrakurikuler, mentoring keislaman, hingga pembiasaan harian seperti salam, doa, literasi pagi, dan refleksi diri. Guru berperan sebagai teladan utama (role model). Mereka tidak hanya mengajarkan nilai, tetapi juga menghidupkannya dalam interaksi sehari-hari dengan siswa. Sementara siswa dilatih untuk menginternalisasi nilai melalui kegiatan seperti Student Leadership Camp, Character Building Week, dan Al-Ibrah Values Day. 3) Evaluasi dan Monitoring (Strengthening Values), Sekolah menerapkan sistem pemantauan berkelanjutan melalui forum evaluasi guru, survei karakter siswa, dan refleksi nilai setiap semester. Evaluasi ini bertujuan untuk meninjau apakah core values benar-benar diterapkan dan memberikan dampak nyata terhadap perilaku warga sekolah.
Melalui tahapan ini, SMPIT Al-Ibrah berhasil menjadikan AL-IBRAH bukan hanya slogan, tetapi budaya hidup yang menjiwai seluruh kegiatan pendidikan. Penerapan core values secara konsisten melahirkan lima pilar budaya positif sekolah; 1) Visioner, siswa dilatih memiliki orientasi masa depan dan semangat berjuang untuk mencapai tujuan hidup yang bermakna. Program “Goal Setting & Reflection Day” menjadi agenda rutin untuk menanamkan nilai perencanaan hidup berbasis iman dan ilmu. 2) Berprestasi Global, budaya kompetitif dan produktif dikembangkan melalui kegiatan akademik dan non-akademik yang terintegrasi dengan nilai AL-IBRAH. Siswa diarahkan agar tidak hanya berprestasi di tingkat lokal, tetapi juga siap berdaya saing global. 3) Berpikir Global, sekolah menanamkan nilai keterbukaan terhadap kemajuan teknologi dan sains tanpa meninggalkan akar budaya dan nilai keislaman. Program literasi digital dan bilingual class menjadi bagian dari strategi ini. 4) Berakhlak Mulia, kedisiplinan, kejujuran, tanggung jawab, dan kesantunan dijadikan ukuran utama keberhasilan pendidikan. Dalam observasi lapangan, ditemukan bahwa guru dan siswa memiliki pola interaksi yang saling menghargai, menggunakan komunikasi positif, dan menghindari pendekatan hukuman. 5) Bermanfaat, budaya kepedulian sosial menjadi bagian tak terpisahkan. Kegiatan seperti Charity Friday, Gerakan Siswa Peduli, dan Eco School Program menunjukkan bahwa nilai-nilai AL-IBRAH telah menjelma menjadi tindakan nyata dalam kehidupan sosial siswa.
Dengan budaya semacam ini, Perubahan paling terasa di SMPIT Al-Ibrah bukan pada struktur, melainkan pada iklim sosial sekolah. SMPIT Al-Ibrah tidak hanya dikenal sebagai sekolah berprestasi, tetapi juga sebagai lembaga yang menjadikan nilai sebagai jantung kehidupan sekolah. Internalisasi core values meningkatkan motivasi belajar siswa dan kepuasan kerja guru. Nilai yang dihidupi bersama menciptakan rasa memiliki yang kuat. Sekolah tidak lagi sekadar tempat belajar, tapi rumah bagi pertumbuhan karakter.
Hasil penelitian ini menemukan bahwa internalisasi core values memberikan dampak signifikan terhadap iklim sekolah. Lingkungan belajar menjadi lebih harmonis, hubungan antar guru dan siswa semakin positif, dan tingkat kedisiplinan serta kepedulian sosial meningkat secara konsisten. Bagi guru penerapan nilai membantu mereka dalam mengelola kelas tanpa harus mengandalkan pendekatan otoritatif. Sementara siswa menunjukkan peningkatan dalam aspek tanggung jawab, kerjasama, dan empati sosial. Selain itu, peneliti menemukan adanya peningkatan motivasi belajar siswa dan kepuasan kerja guru, yang disebabkan oleh iklim kerja yang saling mendukung dan berlandaskan nilai bersama. Budaya positif sekolah tidak bisa dibentuk melalui peraturan semata, melainkan harus melalui proses transformasi nilai yang sistematis, berkesinambungan, dan melibatkan seluruh pihak. Guru menjadi teladan, siswa menjadi pelaku, dan orang tua menjadi penguat, maka nilai akan berubah menjadi budaya. Inilah makna sejati pendidikan berbasis nilai.
Penelitian ini menghasilkan model pembentukan core values yang dapat diadopsi oleh lembaga pendidikan lain untuk memperkuat budaya sekolah. Model tersebut menekankan tiga prinsip utama; 1) Partisipatif, melibatkan seluruh warga sekolah dalam proses perumusan dan penerapan nilai. 2) Internalisasi mendalam, menjadikan nilai sebagai kebiasaan, bukan sekadar slogan. 3) Evaluasi berkelanjutan, menyesuaikan nilai dengan perkembangan sosial dan tantangan zaman. Model pembentukan core values ini terbukti mampu menjembatani kesenjangan antara konsep nilai dan praktik budaya, serta membentuk lembaga pendidikan yang adaptif terhadap perubahan global namun tetap berakar pada nilai-nilai Islam dan kemanusiaan.
***
*) Oleh : Muchamad Suradji, Mahasiswa Program Doktor Pendidikan Agama Islam Universitas Muhammadiyah Malang.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Dhina Chahyanti |
Publisher | : Rochmat Shobirin |