Pengamat UIN KHAS Jember: Sekolah Daring dan WFH Jadi Solusi Sementara Hadapi Krisis BBM di Bondowoso

TIMESINDONESIA, BONDOWOSO – Krisis bahan bakar minyak (BBM) yang terjadi di Bondowoso, mendorong berbagai pihak untuk mencari solusi agar aktivitas masyarakat tetap berjalan tanpa terganggu.
Salah satu usulan datang dari Pengamat Pendidikan Universitas Islam Negeri Kiai Haji Achmad Siddiq (UIN KHAS) Jember, Ahmad Winarno.
Advertisement
Dosen Tarbiyah tersebut menyarankan agar dunia pendidikan dan sektor tertentu di pemerintahan menerapkan sistem kerja dan belajar daring.
Menurut Winarno, pembelajaran daring atau online seharusnya bisa segera diterapkan kembali, terutama di masa krisis BBM seperti saat ini.
Ia menilai masyarakat Bondowoso sudah memiliki pengalaman menjalankan pembelajaran jarak jauh selama pandemi Covid-19 beberapa tahun lalu, sehingga tidak ada kendala untuk beradaptasi kembali.
“Proses pembelajaran bisa dilakukan secara daring. Kita sudah pernah menjalani itu saat pandemi, jadi saya pikir tidak akan ada kesulitan yang berarti dalam implementasinya. Tinggal bagaimana pihak sekolah dan guru mempersiapkan teknisnya,” katanya, Selasa (29/7/2025).
Ia juga menekankan bahwa efektivitas pembelajaran daring tidak perlu diragukan lagi. Banyak riset membuktikan bahwa pembelajaran daring bisa berjalan dengan baik, selama ada komitmen dan dukungan dari semua pihak, termasuk orang tua, siswa, dan tenaga pengajar.
Selain sektor pendidikan, ia juga menyarankan agar instansi pemerintahan yang memungkinkan untuk bekerja dari rumah atau work from home (WFH) segera menerapkan kebijakan tersebut.
Menurutnya, langkah ini dapat mengurangi volume kendaraan di jalan serta mempercepat pemulihan distribusi BBM di lapangan.
“Kalau memang pekerjaannya bisa dilakukan secara online, kenapa harus dipaksakan masuk kantor? Kecuali jika pekerjaannya adalah layanan yang langsung menyentuh masyarakat dan tidak bisa dilakukan dari rumah, barulah masuk kantor,” jelasnya.
Ahmad Winarno mengungkapkan keprihatinannya terhadap dampak lanjutan dari krisis BBM, terutama terhadap sektor perdagangan dan harga kebutuhan pokok.
Ia mencontohkan, jika harga BBM terus naik, misalnya bensin eceran menjadi Rp 25.000 per liter, maka hal tersebut akan berimbas besar pada harga barang dan biaya logistik.
“Kalau ini dibiarkan terus, masyarakat kecil yang paling terdampak. Harga-harga bisa melonjak karena biaya distribusi yang mahal. Maka, kegiatan yang bisa dilakukan daring seharusnya dilakukan dari sekarang agar mobilisasi masyarakat berkurang,” tuturnya.
Ia berharap dengan pengurangan aktivitas fisik di luar rumah melalui daring dan WFH, antrean panjang di SPBU bisa ditekan, dan pasokan BBM dapat kembali stabil.
“Ini bukan soal nyaman atau tidak nyaman, tetapi soal tanggap dan efisien dalam menghadapi krisis. Kita harus belajar dari pandemi, bahwa teknologi bisa jadi solusi sementara yang efektif,” pungkasnya. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Imadudin Muhammad |
Publisher | : Lucky Setyo Hendrawan |