Ketika Mensos dan Luhut Kepincut Emas Hitam dari Gombengsari Banyuwangi

TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Di kaki Pegunungan Ijen Banyuwangi, udara sejuk khas pedesaan menyambut rombongan kementerian yang dipimpin oleh Menteri Sosial Saifullah Yusuf dan Ketua Komite Percepatan Transformasi Digital Pemerintah (KPTDP) Luhut Binsar Panjaitan.
Asal tahu saja, kedatangan kedua orang penting RI ke kabupaten ujung timur Pulau Jawa, pada Kamis (2/10/2025) itu, untuk meninjau sejauh mana progres piloting digitalisasi bansos nasional.
Advertisement
Namun, di sela tugas negara yang serba cepat harus tepat, sebuah jeda manis tercipta di tengah kebun kopi. Dengan didampingi Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani mereka singgah di sebuah Kampung Kopi Gombengsari, Kecamatan Kalipuro.
Sebuah singgahan yang sarat akan aroma, kampung yang terukir manis karana jadi jantung penghasil Kopi Lanang dan biji kopi Robusta. Emas hitam kebanggaan Banyuwangi yang telah mengantongi sertifikasi Indikasi Geografis (IG). Disana Mensos yang akrab disapa Gus Ipul dan Luhut duduk santai menyeruput kopi robusta khas desa tersebut.
Ipuk, Gus Ipul dan Luhut duduk santai di tengah aroma kopi yang baru disangrai. Mereka bukan lagi pejabat yang membahas tentang negara melainkan tamu kehormatan yang sedang menikmati warisan Bumi Blambangan.
Ketika secangkir Kopi Lanang Robusta khas Gombengsari tersaji, keheningan sempat menyelimuti. Setelah menyeruput perlahan, celetukan puas keluar dari bibir Luhut memecah suasana.
“Kopinya mantap,” katanya memuji cita rasa kopi Banyuwangi. Sebuah penegasan kualitas dari salah satu tokoh penting negara.
Setelah tahu nikmatnya, mata mereka tertuju pada proses pengolahan kopi yang masih dilakukan secara tradisional oleh petani setempat. Hal itu tentu jadi sebuah pertunjukan tradisi, atraksi yang jadi daya tarik pariwisata Banyuwangi.
Gus Ipul dan luhut tampak kepincut menyaksikan langsung bagaimana biji kopi disangrai dengan kayu, ditumbuk manual, hingga diayak, menghasilkan bubuk halus yang siap menyeduh kisah. Produk UMKM kopi Banyuwangi yang berjejer rapi di pameran pun tak luput dari perhatian keduanya.
“Brandingnya sudah bagus,” timpal Gus Ipul, menggarisbawahi kemajuan kemasan dan pemasaran produk lokal.
Dalam petualangan pembuatan kopi itu, seketika menjadi komitmen strategis. Luhut, dengan pandangan jauh ke depan, melihat potensi besar dalam pengembangan kopi. Oleh karena itu, pihaknya merencanakan melakukan riset sekaligus pembangunan laboratorium pengembangan kopi di Gombengsari.
“Di sini ekosistemnya sudah terbentuk, ini yang sangat penting. Kita akan coba riset kopi disini, juga rencana membangun laboratorium (pengembangan kopi) di Banyuwangi,” ujarnya.
Sementara itu Bupati Ipuk menyampaikan, Gombengsari punya luas kebun kopi rakyat sekitar 600 hektare. Ekosistem pertanian di kawasan ini juga terintegrasi dengan peternakan, sehingga lebih berkelanjutan.
“Dari hulu ke hilirnya sudah tertata. Dari peternakan, kotorannya diolah menjadi pupuk. Pupuk organiknya untuk menyuburkan tanaman kopi mereka,” paparnya.
Ketua Gapoktan Gombengsari, Haryono juga turut menambahkan, potensi produksi kopi di desanya cukup besar. Dari luasan kebun, produksi bisa mencapai 1-2 ton per hektare. Kopi disini diproduksi menjadi produk yang memiliki nilai jual tinggi.
“Dulu sebelum ada dukungan pemerintah, harga kopi kami hanya Rp18 ribu - Rp20 ribu. Sekarang harga kopi jauh lebih baik di Rp70 ribu - Rp80 ribu per kilogramnya. Sehingga petani yang tergabung dalam masyarakat perlindungan indikasi geografis (MPIG),” ujarnya.
Kunjungan di Gombengsari diakhiri dengan melihat peternakan kambing perah milik kelompok ternak setempat dan mencicipi hasil susu segarnya. Sejenak, dua petinggi negara ini menikmati hasil bumi Gombengsari secara utuh. Sebuah kunjungan yang dimulai dari urusan digitalisasi bansos, berakhir dengan pahitnya secangkir kopi lanang, dan segarnya susu kambing. (*)
**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Publisher | : Ahmad Rizki Mubarok |