Peristiwa Internasional

Komite Perlindungan Jurnalis: Israel Sengaja Targetkan Wartawan untuk Sensor Liputan Gaza

Selasa, 26 Agustus 2025 - 11:58 | 5.91k
Warga Palestina yang berkumpul di depan rumah sakit Nasser, Khan Younis, Gaza Selatan usai serangan Israel hari Senin (25/8/2025). (FOTO: Times of Israel/AFP)
Warga Palestina yang berkumpul di depan rumah sakit Nasser, Khan Younis, Gaza Selatan usai serangan Israel hari Senin (25/8/2025). (FOTO: Times of Israel/AFP)

TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kepala Eksekutif Komite Perlindungan Jurnalis (CPJ), Jodie Ginsberg, menuding Israel sengaja menargetkan jurnalis untuk membungkam informasi terkait situasi sebenarnya di wilayah Gaza, Palestina.

“Ini sangat jelas, Israel memang menargetkan jurnalis, meskipun militer mereka membantah,” kata Ginsberg, seperti dikutip Deutsche Welle, Selasa (26/8/2025).

Advertisement

Menurutnya, praktik tersebut bukan hal baru. Israel dinilai telah melakukannya sejak beberapa dekade lalu, dan tindakan itu tergolong kejahatan perang. “Ini bagian dari pola Israel untuk mengendalikan narasi tentang apa yang terjadi di Gaza,” ujarnya.

Serangan Israel ke sebuah rumah sakit di Gaza pada Senin (25/8) menewaskan 20 warga sipil, termasuk lima jurnalis: Hussam al-Masri (Reuters), Mohammad Salama (Al Jazeera), Mariam Abu Daqqa (freelance), Ahmed Abu Aziz, dan Moaz Abu Taha. Sementara jurnalis lain, Hassan Douhan (Al-Hayat Al-Jadida), tewas dalam serangan terpisah di Khan Younis.

Aksi tersebut menuai kecaman luas dari organisasi kebebasan pers dan sejumlah negara. Mereka menilai Israel berupaya membungkam saksi mata yang bisa melaporkan kejahatan perang ke dunia internasional.

Data terbaru menunjukkan, serangan Israel di Gaza telah menewaskan 62.744 orang dan melukai lebih dari 158 ribu lainnya. Sementara di pihak Israel, 1.139 orang tewas dalam serangan yang dipimpin Hamas pada 7 Oktober 2023, dengan lebih dari 200 orang masih ditawan.

Ginsberg menegaskan, penargetan jurnalis terlihat dari berbagai bentuk, seperti pembunuhan, serangan terhadap fasilitas media, hingga pelarangan terhadap media tertentu, termasuk Al Jazeera dan pembatasan harian Haaretz di Israel.

“Ingat, sejak perang dimulai, tidak ada media internasional yang diizinkan masuk ke Gaza secara independen,” tegasnya.

Ia menggambarkan kondisi jurnalis di Gaza sebagai “brutal,” di mana mereka mengalami kelaparan, keterbatasan sumber daya, bahkan ada yang pingsan saat siaran langsung. “Jurnalis adalah warga sipil; menargetkan mereka adalah kejahatan perang,” tambah Ginsberg.

Kecaman juga datang dari sejumlah pemimpin Eropa, antara lain Menteri Luar Negeri Inggris David Lammy, Kementerian Luar Negeri Jerman, serta Menlu Spanyol Jose Manuel Albares. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Wahyu Nurdiyanto
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES