Wawancara Khusus

5 Persen Pertumbuhan Ekonomi Indonesia, Prof Widodo: Siapa yang Paling Menikmati?

Sabtu, 25 Oktober 2025 - 14:53 | 1.22k
Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang.
Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., Rektor Universitas Brawijaya (UB) Malang.

TIMESINDONESIA, MALANG – Indonesia sedang berada di persimpangan sejarah demografi. Bonus generasi produktif datang seperti matahari yang terbit janji harapan sekaligus ancaman. Di balik angka pertumbuhan ekonomi yang stabil di kisaran 5 persen, masih muncul kegelisahan: siapa yang benar-benar menikmati pertumbuhan itu?

Prof. Widodo, S.Si., M.Si., Ph.D.Med.Sc., Rektor Universitas Brawijaya, menyampaikan suara jujur yang tak boleh diabaikan. Setiap tahun, jutaan sarjana baru bermimpi menembus dunia kerja. Namun pintu industri formil hanya terbuka untuk sebagian kecil saja. Bukan karena mereka malas, tapi karena negara belum sepenuhnya siap.

Advertisement

Dalam Forum Alumni Aktivis Perhimpunan Pers Mahasiswa Indonesia (FAA PPMI) di kutip dari TV9 Nusantara, ia membeberkan data tajam: rendahnya kualitas pendidikan, minimnya keterampilan komunikasi dan kepenulisan, hingga penguasaan teknologi yang masih lemah, dapat menyeret Indonesia ke jurang ketimpangan sosial. 

Bagaimana Anda melihat kondisi penyerapan lulusan sarjana di Indonesia saat ini?

Sarjana tiap tahun kira-kira yang baru lulus tingkat S1 di Indonesia 1,3 juta orang, sedangkan formasi kebutuhan tenaga kerja formal sekitar 300 ribu per tahun. Sehingga yang lain harus kita siapkan bekerja di sektor-sektor seperti industri kreatif dan berbagai bidang lainnya.

Lalu, keterampilan seperti apa yang harus disiapkan generasi muda untuk bisa bertahan di dunia kerja ke depan?

Salah satu skill yang harus dimiliki anak-anak sekarang adalah communication dan writing. Di negara-negara maju ini yang dikuatkan untuk generasi mudanya. Jadi tidak hanya writing di sosmed, tetapi writing yang lebih kompleks dan mudah dipahami oleh masyarakat.

Indonesia sering disebut sebagai negara yang ekonominya tumbuh stabil. Menurut Anda bagaimana melihat angka itu?

Kalau kita melihat pertumbuhan ekonomi di Indonesia itu cukup stabil di angka 5 persen dan tentu ini menggembirakan dan membanggakan kita semua. Tetapi pertumbuhan 5 persen ini kalau kita lihat, penduduk miskin kita masih banyak. Sehingga muncul pertanyaan: siapa yang paling menikmati pertumbuhan ekonomi Indonesia?

 

 

 

Data apa yang bisa menggambarkan kondisi kesejahteraan tenaga kerja kita?

Fakta menunjukkan bahwa 87 persen tenaga kerja di Indonesia lulusan SMA ke bawah, dengan pendapatan rata-rata 3,3 juta rupiah per bulan. Artinya mayoritas penduduk di Indonesia dari segi ekonomi masih harus berjuang menjadi lebih baik.

Apa risiko bila pertumbuhan ekonomi tidak diimbangi oleh peningkatan kualitas manusia?

Ketika pertumbuhan ekonomi tidak diiringi oleh pertumbuhan kualitas SDM, maka akan terjadi kesenjangan ekonomi dan sosial.

Bagaimana kondisi pendidikan tinggi kita dibandingkan dengan negara maju?

Data pendidikan menunjukkan bahwa penduduk kita hanya sekitar 13 persen yang berhasil menyelesaikan pendidikan tinggi. Sementara di negara maju di atas 40–50 persen lulusan sarjana. Ini bukan karena animo masyarakat bersekolah tidak tinggi-tinggi juga, karena diimbangi banyak berdirinya perguruan tinggi di Indonesia. Indonesia sendiri jumlah perguruan tingginya lebih dari 4 ribu, sangat banyak. Ini artinya masyarakat kita sudah sadar terhadap pendidikan.

Lalu mengapa tidak semua lulusan SMA melanjutkan pendidikan tinggi?

Lulusan SMA setiap tahun sekitar 3,8 juta, itu baru 30 persen di antaranya yang melanjutkan ke perguruan tinggi. Ini ada hambatan tentunya, di antaranya karena biaya dan pola pikir dari masyarakat kita.

Apa dampaknya bagi daya saing bangsa?

Rendahnya tingkat pendidikan tentu akan berdampak besar terhadap rendahnya kapasitas inovasi dan juga daya entrepreneur di Indonesia. Penduduk di Indonesia yang bergerak di bidang entrepreneur itu hanya sekitar 3 persen, sedangkan negara maju sekitar 10 persen.

Bagaimana hubungan pendidikan dengan kemampuan Indonesia dalam membangun industri teknologi?

Kalau kita lihat akibat ketika pendidikannya kurang, kontribusi industri teknologi di bidang perekonomian juga rendah. Ini bisa kita lihat dari pendapatan negara kita yang paling banyak masih di sektor pajak. Pajak artinya aktivitas dari masyarakat; kenapa ini banyak? Karena penduduk kita banyak. Pajak menyumbang sekitar 80 persen pendapatan negara. Sedangkan pendapatan dari kekayaan alam yang katanya kita kaya raya itu baru sekitar 7 persen. Kenapa tidak lebih tinggi? Karena kita jual dalam kondisi bahan baku masih tambang langsung.

Pemerintah sedang mendorong hilirisasi. Apa yang harus dikawal?

Program hilirisasi sangat tepat, tetapi program ini harus didukung dengan ketersediaan SDM kita. Pendidikan masih menjadi kunci dari pembangunan. Harapannya dari pendidikan bagus, entrepreneurnya bagus, hilirisasi bagus, BUMN kita juga akan bagus. BUMN baru menyetor ke negara sekitar 3 persen.

Apa pesan Anda untuk menghadapi target Indonesia Emas 2045?

Ini saya kira tantangan kita bersama-sama. Jadi bagaimana kita meningkatkan kualitas SDM, sebab tanpa kualitas SDM yang baik kita tidak akan masuk menjadi negara yang maju tahun 2045. Ini PR kita semua bagaimana pemerintah harus cerdas menetapkan strategi dan alokasi anggaran. Bappenas harus bisa memetakan pembangunan SDM dan industri secara terintegrasi.

Kita juga sekarang sudah punya Danantara dan dananya besar, diharapkan mampu membangun ekosistem bisnis yang kuat. Bangsa ini harus mampu memastikan pembangunan berjalan dengan baik.

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Hainorrahman
Publisher : Rizal Dani

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES