Wisata

Mengunjungi Taman Kakao Coklat, Wisata Edukasi dari Kulonprogo yang Mendunia

Senin, 11 Agustus 2025 - 16:59 | 7.94k
Johan Salbiantoro memetik buah kakao di kebunnya di Padukuhan Slanden, Desa Banjaroyo, Kalibawang, Kulonprogo, Senin, 11/8/2025. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)
Johan Salbiantoro memetik buah kakao di kebunnya di Padukuhan Slanden, Desa Banjaroyo, Kalibawang, Kulonprogo, Senin, 11/8/2025. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

TIMESINDONESIA, KULONPROGO – Sejak bapaknya meninggal dunia pada tahun 2014, Johan Salbiantoro (50) mengambil alih perkebunan kakao peninggalan bapaknya untuk dikelola secara modern. Di tangan Johan, kakao tidak hanya menjadi produk hasil perkebunan melainkan juga menjadi lahan wisata edukasi di wilayah Kabupaten Kulonprogo, DIY.

Sejak 2013, Johan Salbiantoro mengubah kebun kakao di sekitar rumahnya menjadi Taman Kakao Coklat sebuah tempat wisata edukasi tentang tanaman kakao coklat yang banyak dikunjungi tidak hanya wisatawan domestik melainkan juga wisatawan manca negara.

Advertisement

Pada Senin (11/8/2025) pagi, TIMES Indonesia berkunjung ke rumahnya yang dijadikan pusat wisata edukasi tanaman kakao dengan nama Taman Kakao Coklat. Rumahnya sangat asri karena berada di antara rerimbun pepohonan kakao yang tengah berbuah.

Di bagian samping rumahnya terdapat ruang untuk menjemur biji kakao, sedangkan bagian depannya terdapat kios beretalase berisi puluhan toples kaca. Deretan toples itu berisi beragam bubuk coklat varian rasa, juga kemasan coklat hasil olahan dari Taman Kakau Coklat.

Johan-Salbiantoro-b.jpgKartini, adik kandung Johan Salbiantoro ikut membantu menjemur biji kakao sebelum diolah menjadi sajian coklat yang lezat. (Foto: Eko Susanto/TIMES Indonesia)

Lokasinya di Dukuh Slanden, Desa Banjaroyo, Kecamatan Kalibawang, Kulon Progo, Yogyakarta. Johan Salbiantoro bercerita, warisan perkebunan kakao ini mulanya dikelola ayah Johan sejak 1990.

Saat itu, petani setempat hanya menjual biji kakao kering ke tengkulak di Pasar Jagalan dan Dekso, yang kemudian dikirim ke pabrik di Tangerang.

Namun, letusan Merapi 2010 menghancurkan banyak tanaman kakao. Beruntung, program rehabilitasi dari Pemkab Kulon Progo dan Kementerian Pertanian membuka harapan baru tenttang tanaman kakao. Pemerintah memberikan bibit baru serta pelatihan bagi petani.

Kepabngkitan pertanian kakao di Slanden terjadi pada 1 Januari 2013, lanjut Johan. Pada saat itu, Dukuh Slanden oleh Kementerian Pertanian ditetapkan sebagai pilot project desa kakao nasional.

Johan, satu-satunya anggota muda Kelompok Tani Ngudi Rejeki, melihat peluang besar terbuka lebar. Ia menata ulang kebun kakao peninggalan bapaknya agar lebih rapi, lalu membuat jalur beton untuk pengunjung yang berjalan jalan melihat kebun kakao.

Johan juga mulai mempromosikan kebun kakaonya sebagai tujuan wisata edukasi. “Awalnya mahasiswa yang melakukan PKL atau magang saya minta membantu promosi lewat media sosial. Lama-lama banyak juga yang datang,” kenang Johan.

Pada 2018, Johan mulai mengolah biji kakao menjadi cokelat siap saji. Ia belajar dari wisatawan asal Korea yang tinggal selama tiga bulan di rumahnya, turis asal Korea Selatan itu mengajarkan teknik tradisional memanggang biji dengan tungku kayu.

Tak lama kemudian, Johan mendapat bantuan mesin pengolah modern dari Dinas Pertanian, sehingga produksinya jadi lebih efisien.

Kini, Taman Kakao Coklat menawarkan pengalaman lengkap: tur kebun, praktik pengolahan biji kakao menjadi cokelat, hingga mencicipi minuman cokelat aneka rasa.

Ada 11 varian cokelat olahan, mulai dari original, susu, gula aren, jahe, madu, mete, almond, hingga sweet chocolate, dengan harga Rp10.000–Rp20.000. Minuman favorit pengunjung antara lain cokelat taro, cokelat palm sugar, cokelat alpukat, dan kopi cokelat.

Hama Penyakit dan Jamur Jadi Tantangan

Hasil petik mingguan di kebun Johan bisa mencapai 7 kilogram sekali panen dari 300 pohon yang ada di sekitar rumahnya. Sedangkan pada musim puncak panen yang berlangsung pada September - Oktober bisa mencapai 12–20 kilogram.

Biji kakao kualitas A sebagian dijual kepada produsen coklat dari luar sedangkan sebagian lagi diolah sendiri untuk oleh oleh wisatawan. Sementara biji kakao grade C dijual ke tengkulak. Karena tengkulak tidak mempermasalahkan kualitas.

Johan-Salbiantoro-c.jpgVarian coklat produksi dari Taman kakao Coklat, Slanden, Banjaroyo, Kalibawang Kulon progo. (Foto: Eko Susanto/Times Indonesia)

“Grade A lebih untung diolah sendiri. Karena nilainya bisa berkali lipat,” katanya sambil tersenyum.

Meski masih menghadapi tantangan hama frokeltis dan jamur phytophthora, Johan berupaya mencari solusi dengan melibatkan mahasiswa dalam penelitian. Baginya, keberlangsungan kebun kakao tak hanya soal bisnis, tapi juga pelestarian warisan desa.

Musim liburan menjadi waktu paling ramai, terutama wisatawan mancanegara di musim panas. Wisatawan domestik datang hampir setiap akhir pekan, sebagian besar melakukan reservasi untuk belajar langsung budidaya maupun pengolahan kakao.

Untuk wisatawan umum yang datang hanya untuk jalan jalan saja, gratis. Sedangkan wisatawan yang ingin mengikuti program edukasi dikenakan biaya mulai dari 100k per orang. Sedangkan jika datang rombongan akan dikenakan harga 20k per orang.

Bagi Johan, perjalanan dari kebun warisan Bapak menjadi destinasi wisata edukasi adalah bentuk cinta pada tanah kelahiran agar kakao Slanden tidak hanya dikenal oleh warga Kulon Progo saja, melainkan juga selayaknya dikenal wisatawan manca negara. (*)

**) Ikuti berita terbaru TIMES Indonesia di Google News klik link ini dan jangan lupa di follow.



Editor : Ronny Wicaksono
Publisher : Ahmad Rizki Mubarok

TERBARU

INDONESIA POSITIF

KOPI TIMES