TIMESINDONESIA, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan sedang menelusuri aliran dana dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023–2024. Salah satu organisasi yang disebut dalam penelusuran tersebut adalah Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU).
Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, mengatakan bahwa lembaganya menerapkan metode follow the money untuk melacak aliran dana hasil dugaan korupsi.
“Jadi, kami sedang melakukan follow the money, ke mana saja uang itu mengalir,” kata Asep saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (11/9/2025).
Dalam prosesnya, KPK juga bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna memperkuat penelusuran. Menurut Asep, langkah tersebut termasuk menyasar organisasi masyarakat (ormas) keagamaan yang terlibat dalam penyelenggaraan haji.
“Permasalahan kuota haji ini terkait dengan penyelenggaraan ibadah. Ini masalah keagamaan, menyangkut umat beragama, sehingga melibatkan organisasi keagamaan,” jelasnya.
Asep menegaskan bahwa pemeriksaan terhadap aliran dana ke PBNU bukan dimaksudkan untuk mendiskreditkan organisasi tersebut.
“Tentunya bukan dalam artian kami mendiskreditkan salah satu organisasi keagamaan. Kami hanya menelusuri ke mana uang-uang itu pergi. Karena kami berkewajiban melakukan asset recovery untuk mengembalikan kerugian negara akibat praktik korupsi,” katanya.
KPK resmi meningkatkan status perkara ini ke tahap penyidikan pada 9 Agustus 2025. Sehari sebelumnya, lembaga antirasuah itu meminta keterangan dari mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.
Dari hasil penyidikan awal, KPK bersama Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI menemukan indikasi kerugian negara lebih dari Rp1 triliun. Lembaga itu juga telah mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri, termasuk Yaqut.
Selain KPK, Panitia Khusus (Pansus) Angket Haji DPR RI juga menyoroti sejumlah kejanggalan, terutama terkait pembagian kuota tambahan haji tahun 2024. Dari total tambahan 20.000 kuota yang diberikan Arab Saudi, Kementerian Agama membagi rata 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.
Kebijakan ini dianggap menyalahi Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 yang mengatur komposisi kuota: 92 persen untuk haji reguler dan hanya 8 persen untuk haji khusus.
Keterlibatan PBNU dalam penelusuran aliran dana korupsi kuota haji menjadi sorotan publik. Namun KPK menekankan bahwa langkah tersebut semata-mata untuk memastikan transparansi.
“Kami hanya memastikan ke mana uang negara itu mengalir. Prinsipnya adalah mengembalikan hak negara, bukan menyudutkan pihak tertentu,” ujar Asep.
Dengan skandal ini, penyelenggaraan ibadah haji yang menyangkut kepentingan jutaan umat Islam Indonesia kembali menjadi isu sensitif. Publik menanti hasil penyidikan lebih lanjut, termasuk kemungkinan adanya tersangka baru. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Pekerja P3PD Subkomponen 1 D Desak Kemendagri Bayarkan Honorarium dan Tuntaskan Masalah Proyek
Pacu Kemandirian Ekonomi, Pemkab Blora Dorong Sinergi BUMDes Antar Desa
Gubernur Khofifah Puji Kualitas Sepatu Olahraga Produksi UMKM Mojokerto, Tawarkan Ikut Misi Dagang
KKP Jalin Kemitraan dengan Korsel, Target Lahirkan Kampus Cerdas dan Pemimpin Global
Nasib Mujur Ojol Banyuwangi, Motornya Kembali Plus Dapat Bonus dari Kapolresta
Hari Radio Nasional, Podcast Fotografi Jadi Panggung Kreativitas Generasi Muda Blora
Sekolah Rakyat di Persimpangan Ketidakpastian
Temui Menteri PUPR, Bupati Mas Rio Minta Perbaikan Jalan Pantura Situbondo
DPRD Banyuwangi Desak Penutupan Pengelolaan Sampah Kedungrejo
Wujudkan Wisata Bahari, Disbudpar dan Pelindo Kerja Sama Kembangkan Pelabuhan Cirebon