TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Di tengah krisis lingkungan dan tekanan sumber daya alam, ekonomi sirkular hadir sebagai solusi inovatif dan realistis. Tidak seperti ekonomi linear yang mengikuti pola ambil, buat, buang, ekonomi sirkular menekankan siklus hidup produk yang berkelanjutan.
Merancang ulang, menggunakan kembali, memperbaiki, dan mendaur ulang. Tujuannya sederhana tapi berdampak besar meminimalkan limbah dan memaksimalkan nilai.
Setiap tahun, Indonesia menghasilkan lebih dari 68 juta ton sampah, dan hanya sekitar 7% yang berhasil didaur ulang. Sisanya menumpuk di TPA atau mencemari laut dan tanah.
Di sisi lain, kebutuhan bahan baku industri terus meningkat, dan ketergantungan pada sumber daya alam mentah menimbulkan tekanan ekologis dan ekonomi.
Ekonomi sirkular memberi alternatif cerdas: alih-alih menambang terus-menerus, kita bisa "menambang" dari sampah. Limbah plastik bisa menjadi bahan baku baru, limbah pangan bisa diolah menjadi kompos atau energi, dan barang elektronik rusak bisa dibongkar lalu dimanfaatkan kembali komponennya.
Kebijakan yang Positif dan Potensi Ekonomi
Pemerintah Indonesia sudah mulai menapaki jalur ekonomi sirkular. Melalui Rencana Aksi Nasional Pengurangan Sampah Laut, Kebijakan Produsen Bertanggung Jawab (EPR), dan roadmap daur ulang plastik, produsen mulai diarahkan untuk merancang produk yang lebih ramah lingkungan dan bertanggung jawab atas pengelolaan kemasan pasca-konsumsi.
Sementara itu, sektor informal pemulung, pengepul, bank sampah mulai diintegrasikan dalam rantai nilai daur ulang. Namun, skala implementasi masih terbatas dan belum menjangkau sistem produksi besar.
Diperlukan insentif fiskal, kemudahan investasi daur ulang, dan dukungan teknologi agar ekonomi sirkular tak hanya jadi jargon, tapi praktik nyata.
Ekonomi sirkular bukan sekadar solusi lingkungan, tapi juga peluang ekonomi. Studi Bappenas (2021) menunjukkan bahwa ekonomi sirkular bisa menambah PDB sebesar Rp593 triliun dan menciptakan 4,4 juta lapangan kerja baru di Indonesia hingga 2030. Peluang terbuka lebar di sektor pengelolaan sampah, manufaktur berkelanjutan, logistik balik (reverse logistics), dan jasa perbaikan barang.
Untuk mewujudkan ini, kolaborasi lintas sektor menjadi kunci. Pemerintah harus menciptakan ekosistem regulasi dan insentif yang kondusif; sektor swasta perlu berinovasi dalam desain dan distribusi produk; masyarakat sipil perlu memperkuat budaya konsumsi bijak dan minim sampah.
Ekonomi sirkular menawarkan masa depan di mana pertumbuhan tidak lagi merusak lingkungan. Ini bukan sekadar perubahan teknis, tapi perubahan cara berpikir. Dari pola konsumsi instan menuju pola produksi yang bijaksana dan berkelanjutan.
Dengan kebijakan yang tepat, inovasi teknologi, dan partisipasi publik, Indonesia punya peluang besar menjadi pemimpin ekonomi sirkular di Asia Tenggara. Tidak ada waktu yang lebih baik dari sekarang untuk beralih: dari membuang menjadi menggunakan ulang demi bumi yang lebih lestari dan ekonomi yang lebih tangguh. (*)
***
*) Oleh : Hilma Fanniar Rohman, Dosen di Universitas Ahmad Dahlan.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Bangunan Ambruk saat Peringatan Maulid Nabi di Bogor, 3 Orang Tewas dan Puluhan Luka-Luka
Google Didenda Uni Eropa Rp56,7 Triliun, Donald Trump Akan Lakukan Pembalasan
Banyak Negara Kecam Seruan Benjamin Netanyahu yang Mengusir Warga Palestina
BeautySpot Malang Hadirkan Bazaar Make- Up & Skincare
Wali Kota Yogyakarta Tinjau Warungboto: Selokan Dipermak, Warga Harap Banjir Jadi Sejarah
Bupati Majalengka Apresiasi Pemuda Kembangkan Budidaya Anggur Brazil
Wali Kota Hasto Lepas Tim Sepak Bola dan Futsal Putra, Bidik Medali Emas PORDA DIY 2025
Dari Papirus hingga Laptop: Evolusi Teknologi Menulis dan Lembar Peradaban Manusia
Empat Ruangan SD di Cianjur Hangus Terbakar, Diduga Korsleting Listrik Jadi Pemicu
Desa Terpinggirkan dari Kebijakan