TIMESINDONESIA, JAKARTA – Setiap tanggal 26 September, ada sebuah cerita yang jarang terdengar. Bukan di layar kaca, bukan pula di headline berita. Cerita ini terangkum dalam langkah sunyi yang mengarungi sudut-sudut tak biasa negeri ini. Mereka adalah para petugas statistik, wajah-wajah yang mungkin tak kita kenal, tapi merekalah yang dengan sabar merajut benang-benang kisah kita menjadi sebuah mozaik bernama data.
Setiap angka punya napas, punya detak jantung. Seringkali kita menemukan rangkaian angka dalam berita atau situs resmi pemerintah, kemudian membacanya sepintas tanpa menyadari nilai berharga dari setiap digit yang tercantum.
Di balik deretan angka tersebut tersimpan narasi nyata: tentang seorang ibu rumah tangga di pedalaman Nusa Tenggara Timur yang dengan telaten memberikan informasi penghasilannya. Tentang pedagang pasar yang mencatat naik-turunnya harga dagangan. Tentang generasi muda perkotaan yang informasinya membantu merancang program pemberdayaan tenaga kerja.
Tugas memotret Indonesia ini adalah amanat yang berat. Bayangkan saja: dari ujung barat yang berembun sampai timur yang berkarang, dari perkotaan yang macet sampai pedalaman yang sunyi.
Setiap survei adalah sebuah ekspedisi. Bukan cuma soal mengirim kuesioner, tapi tentang melatih ribuan tangan yang jujur, mengatur logistik ke pulau terpencil, memastikan setiap jawaban tertampung, dan kemudian menyaringnya menjadi informasi yang bisa dipercaya.
Di era di mana kita terbiasa dengan informasi instan, “proses” ini seringkali dipandang dengan sebelah mata. Kita ingin data kemiskinan terbaru seolah ia bisa direfresh seperti timeline media sosial.
Tapi, data yang akurat butuh waktu. Ia seperti meracik bumbu rendang tak bisa terburu-buru. Kehati-hatian adalah segalanya, karena nasib sebuah program miliaran rupiah bisa bergantung pada ketepatan satu angka desimal.
Tapi, ada angin segar. Teknologi mulai menjadi sahabat karib para pencatat data ini. Wawancara yang dulu dicoret di atas kertas, kini bisa langsung diinput di telepon genggam. Portal data terbuka memungkinkan kita semua untuk menjenguk hasil kerja mereka. Perlahan, kita bergerak maju.
Oleh karena itu, Hari Statistik Nasional ini bukan sekadar tanggal di kalender. Namun juga sebagai pengingat untuk berterima kasih. Pada bapak yang dengan sabar menjawab pertanyaan tentang pengeluarannya, pada ibu yang meluangkan waktunya untuk wawancara, dan tentu saja, pada para petugas lapangan yang kakinya berdebu dan jasanya sering tak terlihat.
Mari kita bayangkan masa depan di mana data bukan lagi milik segelintir orang, tetapi menjadi cermin kolektif yang jernih bagi kita semua untuk bercermin dan membangun. Dengan setiap jawaban jujur kita dalam survei, kita sedang menorehkan cerita kita sendiri dalam kanvas besar bernama Indonesia.
Statistik adalah tentang kita. Tentang bagaimana kita hidup, berjuang, dan bermimpi. Di balik setiap grafik dan tabel, ada denyut nadi bangsa. Selamat Hari Statistik Nasional. Terima kasih untuk para pencerita yang tak terlihat, yang melacak jejak harapan kita semua.
***
*) Oleh : Rr. Vincie Apriany, SST., Statistisi Madya BPS Provinsi DKI Jakarta.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Pemkab Bondowoso Minta Petani Kopi Hyang Argopuro Hindari Sistem Ijon
Protes Wasit Kuwait di Laga Timnas Indonesia vs Arab Saudi, PSSI Tunggu Jawaban FIFA
Vino G Bastian Hadir di Festival Film Santri Peringatan 100 Tahun Gontor di Ponorogo
Ketika DPR Malu Menyebut Asal Sekolah
Bupati Banyuwangi Tinjau Korban Gempa, Siapkan Bantuan Perbaikan Rumah
Kirab Dua Abad Klenteng Eng An Kiong, Dishub Kota Malang Siapkan Rekayasa Lalin
Sudarman Berpeluang Ketua DPD Partai Golkar Kabupaten Malang
Internasionalisasi UIN Maliki Malang, Target Penambahan Mahasiswa Asing Tiap Tahun
Bahan Bakar Baru Pendidikan Indonesia
Pemkot Surabaya Tepis Dugaan Pemborosan Anggaran Daerah, Ini Penjelasannya!