TIMESINDONESIA, JAKARTA – Vincent Kompany datang ke Koln bukan sekadar untuk memimpin tim bertanding—ia datang membawa misi. Di bawah langit musim gugur Jerman, pelatih muda Bayern Muenchen itu tahu betul bahwa Piala Jerman bukan sekadar turnamen tambahan, melainkan medan ujian karakter bagi klub sebesar The Bavarians.
“Kami datang sebagai tamu dengan ambisi untuk menang,” tegas Kompany dalam laman resmi klub, Rabu (29/10/2025). Kalimat sederhana itu terdengar seperti janji yang diucapkan dengan tenang, tapi di baliknya tersimpan tekad untuk menegaskan otoritas Bayern di setiap ajang yang mereka masuki.
Kompany tahu, FC Koln bukan lawan yang bisa dianggap remeh. Klub berjuluk The Billy Goats itu memiliki gaya bermain khas—bertahan rapat dan menyerang balik dengan cepat. “Koln melakukan yang terbaik sejauh ini, terutama di lini pertahanan. Serangan balik mereka sangat berbahaya dan sudah menyulitkan beberapa tim,” ujarnya.
Bermain di RheinEnergie Stadium, Koln akan mendapat energi tambahan dari dukungan publiknya. “Mereka akan bermain di kandang, dan tentunya itu meningkatkan kepercayaan diri mereka,” kata Kompany lagi. Ia sadar bahwa atmosfer malam Piala Jerman selalu punya daya magis tersendiri—stadion yang bergemuruh, tekanan yang menguji, dan momen-momen kecil yang bisa menentukan sejarah.
Secara statistik, Bayern memang unggul jauh. Dari enam pertemuan sebelumnya di Piala Jerman, mereka memenangkan lima. Pertemuan terakhir pada 2003 bahkan berakhir dengan skor mencolok: delapan gol tanpa balas. Tapi Piala Jerman punya cerita sendiri—ia tidak tunduk pada logika, melainkan pada semangat dan keberanian.
FC Koln tahu bagaimana rasanya menjatuhkan raksasa. Satu-satunya kemenangan mereka atas Bayern terjadi pada 1972 di perempat final, saat mereka menang 5–1. Lebih dari lima dekade berlalu, tapi kisah itu tetap hidup di ingatan publik Koln—sebuah legenda lokal yang kini ingin mereka hidupkan kembali.
Bagi Kompany, laga dini hari nanti bukan sekadar soal lolos ke babak berikutnya. Ini tentang membangun kepercayaan diri sebuah tim besar yang sedang mencari keseimbangan antara tradisi dan pembaruan. Ia datang bukan hanya membawa strategi, tapi juga idealisme muda yang ingin membuktikan bahwa Bayern bisa tetap dominan dengan cara yang berbeda.
Di bawah cahaya lampu RheinEnergie, duel ini bukan sekadar pertandingan. Ini adalah pertemuan antara masa lalu dan masa depan—antara klub yang ingin bertahan dengan kejayaannya, dan pelatih yang ingin menulis bab baru dalam sejarah Bayern Muenchen. (*)
| Pewarta | : Rochmat Shobirin |
| Editor | : Imadudin Muhammad |
Sekolah Rakyat dan Politik Kemiskinan Negara
Muslimat NU Korda Malang dan Pengadilan Agama Bersinergi Cegah Perkawinan Anak
Real Madrid Bidik Sapu Bersih Sebelum Jeda Internasional
Perpusnas Dukung Program MBG dengan Bahan Bacaan Berkualitas untuk Tingkatkan Literasi
Derby London, Inilah Prediksi Susunan Pemain Tottenham vs Chelsea
APEC 2025: Para Pemimpin Sepakati Deklarasi Gyeongju Perkuat Perdagangan dan Investasi
Bertemu Presiden Korsel, Prabowo Perkuat Kerja Sama Ekonomi dan Pertahanan
Pemerintah Arab Saudi Tolak Rencana Messi Main di Saudi Pro League
UB Ungguli ITB Sebagai Kampus Penerima Beasiswa Unggulan Terbanyak 2025
Arab Saudi Pangkas Masa Berlaku Visa Umrah Jadi 30 Hari, Berlaku Mulai Pekan Depan