TIMESINDONESIA, JAKARTA – Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengungkapkan hasil penelitian yang menunjukkan bahwa kadar senyawa toksikan utama pada emisi rokok elektrik (vape) lebih rendah dibandingkan rokok konvensional.
Penelitian itu dilakukan oleh Pusat Riset Teknologi Pengujian dan Standar BRIN terhadap 60 sampel vape dari berbagai merek dan kadar nikotin yang beredar di pasaran, serta tiga jenis rokok konvensional sebagai pembanding.
“Hasilnya menunjukkan formaldehida 10 kali lebih rendah, akrolein 115 kali lebih rendah, benzena 6.000 kali lebih rendah, serta beberapa senyawa seperti karbon monoksida, 1,3-butadiena, NNN, dan NNK tidak terdeteksi sama sekali,” ujar Prof. Bambang Prasetya, peneliti BRIN, dalam konferensi pers di Jakarta, Selasa (11/11/2025).
Prof. Bambang menjelaskan bahwa senyawa-senyawa tersebut menjadi fokus penelitian karena Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menetapkan sembilan senyawa toksikan utama yang berperan dalam risiko kesehatan akibat konsumsi produk tembakau.
“Temuan ini memberikan landasan ilmiah baru untuk memahami profil toksikologi produk tembakau alternatif di Indonesia,” ujarnya.
Namun demikian, ia menegaskan bahwa meski kadar emisi vape jauh lebih rendah, produk tersebut tetap memerlukan pengawasan mutu, pelabelan yang akurat, dan standardisasi pengujian sesuai dengan protokol internasional.
“Fakta ini menunjukkan bahwa vape memang lebih rendah risiko, tetapi tetap membutuhkan pengawasan ketat untuk menjamin keamanan pengguna,” kata Prof. Bambang.
Ia menjelaskan, kajian ini merupakan tonggak awal bagi BRIN dalam membangun fondasi data ilmiah nasional mengenai produk tembakau alternatif dan teknologi nikotin.
“Melalui riset ini, BRIN berupaya memastikan agar kebijakan publik di bidang pengendalian tembakau dapat disusun secara proporsional dan **berbasis bukti ilmiah (evidence-based policy making),” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa hasil riset ini diharapkan menjadi acuan bagi pemerintah dan masyarakat dalam memahami risiko dan manfaat relatif dari berbagai produk tembakau yang beredar di Indonesia.
“Temuan ini menjadi langkah awal dalam membangun fondasi ilmiah kebijakan tembakau di Indonesia. Dengan memahami profil toksikan berbagai produk nikotin secara akurat, pemerintah dan masyarakat dapat mengambil keputusan yang lebih bijak dan berbasis bukti,” ujarnya.
Lebih lanjut, Prof. Bambang menegaskan bahwa kegiatan diseminasi hasil penelitian ini bukan sekadar publikasi ilmiah, tetapi juga merupakan upaya BRIN menjembatani sains dengan kebijakan publik.
“Melalui pendekatan ini, BRIN berkomitmen untuk mendorong kolaborasi riset lintas sektor, memperkuat kapasitas pengujian nasional, serta meningkatkan literasi sains dan komunikasi risiko di masyarakat,” tandasnya. (*)
| Pewarta | : Ahmad Nuril Fahmi |
| Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Series Reply Direncanakan Garap Musim Baru dengan Latar Tahun 2000-an
Bukan Sekadar Model, Jejak Salma Risya Menginspirasi Generasi Muda
Lima Oknum Santri Jadi Tersangka Kasus Pengeroyokan Warga di Cianjur
UI, Komoenitas Makara, dan Urban Spiritual Indonesia Kenang dan Beri Penghormatan pada Pahlawan Rakyat
Siapa Pahlawan Kita Hari Ini?
Komisi XIII Perkuat Perlindungan Saksi dan Korban, Targetkan Jadi Hak Inisiatif DPR Akhir Tahun Ini
Menkeu Purbaya Bicara Penguatan dan Ketahanan Ekonomi
PAD Surabaya Direncanakan Rp8,198 Triliun, Ini Strategi Jitu Wali Kota Eri Cahyadi Genjot Pendapatan
Polri Temukan Bahan Peledak di Rumah Pelaku Ledakan SMAN 72 Jakarta
Polri Bongkar Diduga Jaringan Besar Penyelundupan Bawang Impor di Malang