TIMESINDONESIA, JAKARTA – Rombongan petani dari Garut, Majalengka, Karawang, hingga Sukabumi akan mulai menempuh perjalanan panjang menuju Jakarta. Sebagian besar menumpang truk, sebagian lain berjejalan dalam bus sewaan. Mereka membawa poster lusuh, spanduk dengan tulisan tangan, dan bekal nasi bungkus dari rumah. Tujuan mereka satu: Gedung DPR RI, 24 September 2024 mendatang.
Hari itu, tepat 65 tahun setelah lahirnya Undang-Undang Pokok Agraria (UUPA) 1960, para petani kembali memenuhi jalanan ibu kota. Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) memperkirakan, sedikitnya 12 ribu petani bergerak ke Jakarta, sementara 13 ribu lainnya menggelar aksi serentak di berbagai daerah—dari Aceh, Lampung, Blitar, Jember, hingga Kupang dan Manado.
“Ini bukan sekadar peringatan Hari Tani, ini adalah penagihan janji yang sudah terlalu lama diingkari negara,” tegas Dewi Kartika, Sekjen KPA, dalam konferensi pers tiga hari sebelumnya.
Di Banten, Abay Haetami, Ketua Pergerakan Petani Banten, menceritakan bagaimana aparat berseragam datang ke lahan-lahan jagung milik warga. Pohon-pohon yang mereka rawat bertahun-tahun ditebang, tanah diambil alih atas nama “ketahanan pangan.”
“Bahkan nelayan di pesisir Ujung Kulon dilarang berlabuh ke pulau-pulau kecil saat cuaca buruk, dianggap pencuri di lautnya sendiri,” ujar Abay lirih.
Di Blitar, suara generasi baru ikut bergema. May Putri Evitasari, 23 tahun, dari Paguyuban Petani Aryo Blitar, turun ke jalan bukan hanya untuk orangtuanya, tetapi juga untuk masa depan yang hampir lenyap.
“Tanah orangtua kami sudah habis. Tanpa redistribusi lahan, kami tidak punya pilihan selain pergi ke kota, bekerja serabutan, atau jadi TKW. Itu bukan jalan yang kami inginkan,” kata May.
Sementara di Karawang—dulu dikenal sebagai lumbung padi nasional—para petani justru menghadapi kenyataan getir. Lahan sawah perlahan berganti menjadi kawasan industri dan perumahan. “Lumbung padi itu tinggal nama. Kini banyak petani yang kehilangan tanah, kehilangan kehidupan,” kata Rangga Wijaya dari Serikat Pekerja Tani Karawang.
Sejak 2015 hingga 2024, KPA mencatat sedikitnya 3.234 letusan konflik agraria dengan luas konflik mencapai 7,4 juta hektare. Dampaknya, 1,8 juta keluarga kehilangan tanah dan mata pencaharian.
Ironisnya, Gugus Tugas Reforma Agraria (GTRA) yang dibentuk era Jokowi dan dilanjutkan pemerintahan Prabowo tak mampu menghentikan tren itu. “GTRA hanya menghabiskan anggaran rapat. Konflik tetap menumpuk, petani tak punya kanal penyelesaian,” kata Dewi Kartika.
Data yang ia paparkan mencolok: 1 persen elit menguasai 58 persen tanah dan sumber daya, sementara 99 persen rakyat harus berebut sisanya.
Lebih dari enam dekade, reforma agraria selalu menjadi jargon setiap rezim. Dari proyek food estate, program bank tanah, hingga kawasan strategis pariwisata nasional, semua diklaim demi pembangunan. Namun di balik itu, petani, masyarakat adat, hingga nelayan justru makin terpinggirkan.
“Negara malah membentengi investasi dengan aparat bersenjata. Tanah rakyat, laut rakyat, hutan rakyat dikapling-kapling untuk kepentingan segelintir orang,” kata Dhio Dhani Shineba, Dewan Nasional KPA.
Aksi Hari Tani Nasional 2025 menjadi puncak dari serangkaian demonstrasi yang sudah bergulir sejak Agustus. Gelombang protes ini, kata KPA, adalah “sinyal darurat” bagi pemerintahan.
Bagi banyak petani, turun ke jalan bukanlah pilihan mudah. Mereka meninggalkan sawah, ladang, dan keluarga. Namun, di antara teriakan massa dan spanduk yang berkibar, terselip tekad: agar tanah kembali menjadi milik rakyat, bukan sekadar angka dalam laporan investasi.
“Sudah 31 tahun kami menagih janji yang sama. Dan setiap tahun, kami akan terus datang, sampai reforma agraria benar-benar dijalankan,” tegas Dewi.(*)
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Segarnya Bakmoy, Kuliner Peranakan Cina-Jawa yang Menggoyang Lidah
Realme 15 Series 5G Hadir dengan Fitur AI Edit Genie, Edit Foto Cuma Pakai Suara
Di KTT PBB, Presiden Prabowo Subianto akan Bahas Solusi Dua Negara untuk Palestina
Livoli Divisi Utama 2025, Kalahkan TNI AU Electric, Gresik Petrokimia Juara Putaran Reguler Kedua
Mahkota Jiwanta Tinggal Selangkah Lagi, Ini Top 3 Finalis Miss Universe Indonesia 2025
Presiden Prabowo Dijadwalkan Hadiri KTT Two State Solution di PBB
3.683 Warga Kota Probolinggo Terhempas dari BPJS, Pemkot Siapkan BPID
Stok Pupuk Subsidi di Tasikmalaya Aman, Petani Diminta Manfaatkan Musim Hujan Lebih Cepat
Menjawab Polemik MBG, Dandim Blora: TNI Hanya Bertugas Monitoring, Bukan Penyedia Menu
Ketika Janji Merdeka Belajar Tak Sampai ke Daerah, 310 Guru PPG Prajab Blora Tunggu Kepastian