TIMESINDONESIA, BLITAR – Suasana hangat terasa di Dusun Jatiluhur, Desa Jatitengah, Kecamatan Selopuro, Kabupaten Blitar, Sabtu malam (18/10/2025). Tawa warga, denting musik akustik, dan aroma tembakau memenuhi udara dalam acara budaya bertajuk “Tandur Srawung Pecinta Tembakau: Ngumpul, Ngobrol, Ngebul” yang diinisiasi oleh Komunitas Tembakau Selopuro, Pojok Nglinting.
Acara ini menjadi ajang guyub antara petani, pegiat budaya, dan masyarakat setempat. Dengan tema “Tandur Srawung dan Guyub Rukun”, kegiatan tersebut bertujuan menanamkan kembali nilai gotong royong dan memperkuat ikatan antarwarga.
Selain menjadi ruang guyub rukun antarwarga, kegiatan ini juga menjadi upaya menghidupkan kembali kejayaan “daun emas” tembakau khas Selopuro. (Foto: Ardana Pramayoga/TIMES Indonesia)
“Kami ingin mempertemukan semua pihak yang peduli terhadap tembakau Selopuro. Melalui ruang seperti ini, kita bisa saling belajar, saling menguatkan di era gempuran rokok modern,” ujar Tatit Sulis, inisiator acara, di sela kegiatan.
Rangkaian acara diisi dengan penampilan musik dari Didik Teja (OI) dan Pak Kepz, pemutaran film komunitas Betet Kunam Sinam Film, penampilan tari tradisional Rumah Cinta Indonesia hingga sesi diskusi ringan seputar budaya tembakau. Dukungan juga datang dari pemerintah daerah, terlihat dari hadirnya Camat Selopuro beserta Kepala Desa Jatitengah dan jajarannya.
Namun di balik riuhnya acara, tersimpan makna mendalam. Rumah yang menjadi lokasi kegiatan malam itu adalah milik Mbah Kari, perajin tembakau yang telah lebih dari setengah abad mempertahankan metode pelintingan manual. Sosok sepuh itu menjadi simbol keteguhan dan cinta terhadap tradisi.
Proses pengolahan tembakau Selopuro yang tetap menggunakan metode tradisional demi menjaga cita rasa dan kualitas khasnya. (Foto: Blitarterkini.com)
“Kalau hanya ikut cara baru, rasa tembakau bisa hilang. Saya ini cuma berusaha menjaga apa yang sudah diajarkan orang dulu,” ujar Mbah Kari sambil tersenyum pelan, penuh makna.
Semangat yang dihidupkan lewat acara ini mengalir dari jemari tua Mbah Kari hingga ke generasi muda yang hadir malam itu. Dari obrolan santai, denting musik, dan gulungan tembakau, warga Selopuro kembali menemukan makna sederhana: bahwa melestarikan budaya bisa dimulai dari kebersamaan, dari rasa cinta pada tanah sendiri. (*)
Pewarta | : Abimanyu S.W / Hilmi Amirul H11 |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Menjelajah Pantai Srakung, Hidden Gem yang Mulai Viral di Gunungkidul
Dianggap Mirip Jurnalis di Palestina, Poster Lim Ji Yeon Dicopot
Sumber Sira Putukrejo, Oase Ketenangan di Selatan Malang
Pesantren dalam Perdebatan
Wujudkan Legislator Tangguh, Anggota DPRD Jatim Cahyo Harjo MembangunĀ Regulasi Responsif
āJadi Magnet Dunia, Penari Diaspora dari Amerika Bakal Tampil di Gandrung Sewu 2025
Angkat Tesis Kebijakan Pembangunan Pelabuhan Laut, Bambang Haryo Raih Magister Ilmu Politik
Blockchain dan Ilusi Keamanan Investasi Digital
Rayakan HUT ke-61 Partai, DPD Golkar Maluku Berbagi Seribu Paket Sembako
Kisah Nola Ekanita, Apoteker di Pelosok Sumbar; Bukan Sekadar Tugas, tapi Pengabdian