TIMESINDONESIA, JAKARTA – Situasi kemanusiaan di Jalur Gaza semakin memburuk. Sedikitnya 15 warga Palestina, termasuk empat anak-anak, dilaporkan meninggal dunia akibat kelaparan dalam satu hari terakhir.
Data Kementerian Kesehatan Palestina menyebutkan, hingga Selasa (22/7/2025), total korban tewas akibat malnutrisi sejak pecahnya perang dengan Israel telah mencapai 101 jiwa, dengan 80 di antaranya adalah anak-anak.
Kondisi ini terjadi di tengah gempuran militer Israel yang terus berlanjut, menewaskan sedikitnya 81 warga Gaza dalam 24 jam terakhir. Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menggambarkan situasi di wilayah itu sebagai “pertunjukan horor” dengan tingkat kematian dan kehancuran yang belum pernah terjadi sebelumnya dalam beberapa dekade terakhir.
Di antara anak-anak yang tewas akibat kelaparan pada Selasa adalah Yousef al-Safadi, bayi berusia enam minggu yang meninggal di rumah sakit di Gaza utara, serta Abdulhamid al-Ghalban (13) yang menghembuskan napas terakhir di Khan Younis, Gaza selatan.
Paman Yousef, Adham al-Safadi, mengatakan kepada Reuters bahwa ibunda Yousef tidak bisa menyusui karena tidak mendapatkan asupan makanan, sementara keluarga tidak mampu membeli susu formula. “Susu bayi sulit didapat. Kalau ada pun, harganya bisa mencapai 100 dolar AS per kaleng. Akhirnya, bayi itu meninggal karena kelaparan,” ujarnya.
Krisis kelaparan ini terjadi setelah hampir lima bulan Israel memberlakukan blokade total atas pasokan makanan, bahan bakar, air, dan bantuan kemanusiaan ke Gaza. Sejak Maret, Israel menghentikan seluruh pengiriman barang, dan baru mulai mengizinkan masuknya sebagian kecil bantuan pada Mei melalui Gaza Humanitarian Foundation (GHF) yang didukung Amerika Serikat.
Namun, menurut Kantor HAM PBB, lebih dari 1.000 warga Palestina tewas ketika mencoba mendapatkan bantuan makanan, sebagian besar di dekat titik distribusi GHF. Dari 81 korban jiwa pada Selasa, 31 di antaranya adalah pencari bantuan.
Serangan udara Israel juga menewaskan 15 orang di sebuah gedung penampungan pengungsi di Gaza utara, serta 13 orang lainnya di Kamp Pengungsi Shati. Sedikitnya 50 orang terluka dalam serangan di Shati, menurut Pertahanan Sipil Palestina.
Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres dalam pernyataannya di Dewan Keamanan menegaskan bahwa situasi kemanusiaan di Gaza telah mencapai titik kritis. “Kelaparan menghantui setiap rumah, malnutrisi meningkat drastis, dan sistem kemanusiaan yang ada kini sekarat. Sistem ini tidak lagi memiliki ruang untuk berfungsi, menyelamatkan nyawa, atau mendistribusikan bantuan dengan aman,” kata Guterres.
Menurut data PBB, hampir 88 persen wilayah Gaza kini berada dalam zona militer Israel atau terkena perintah pengosongan, memaksa 2,3 juta penduduk Gaza berpindah ke area yang semakin sempit.
Direktur Rumah Sakit Al-Shifa, Mohammed Abu Salmiya, memperingatkan bahwa jumlah korban kelaparan bisa meningkat drastis dalam waktu dekat. Sementara itu, juru bicara Rumah Sakit Al-Aqsa, Khalil al-Daqran, mengatakan rumah sakit tak mampu memberikan perawatan memadai bagi penderita malnutrisi.
“Rumah sakit sudah kewalahan dengan korban luka akibat serangan. Kekurangan makanan dan obat-obatan membuat kami nyaris tidak bisa membantu mereka yang kelaparan,” ujarnya.
Al-Daqran memperkirakan ada sekitar 600.000 warga Gaza yang mengalami malnutrisi, termasuk sedikitnya 60.000 ibu hamil. Gejala yang banyak ditemukan di antaranya dehidrasi dan anemia. (*/aljazerra)
Pewarta | : Wahyu Nurdiyanto |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Ketahui Berbagai Efek Sinar Matahari bagi Kesehatan Tubuh
CEK FAKTA: Hoaks! Will Smith Meninggal Dunia
Cara Bijak Orang Tua dalam Memberikan Akses Gadget yang Aman untuk Anak
Rayakan Hari Berkebaya Nasional Lewat Film Pendek #KitaBerkebaya
Atasi Stres Kerja dengan Strategi Sederhana Tapi Efektif
Peran Musik dalam Tumbuh Kembang Anak Menurut Psikolog
Arsenal Kalahkan AC Milan 1-0 di Laga Persahabatan Pra-Musim
Kementan Terus Dorong Realisasi Datangkan 1 Juta Sapi Dalam 5 Tahun
Dinsos Jabar Tegaskan Siswa SLBN A Pajajaran Tetap Bisa Belajar di UPTD Griya Harapan Difabel Cimahi
Resmikan Desa Budaya, Sekda Bondowoso: Generasi Jangan Tercabut dari Akar Budaya