TIMESINDONESIA, JAKARTA – Masyarakat Indonesia menganggap bahwa ikut karnaval 17 Agustus bisa untuk dijadikan sebagai alasan untuk menjamak shalat Dzuhur dan Ashar.
Pertanyaannya, apakah menjamak shalat dalam kondisi seperti ini dibolehkan menurut syariat Islam?
Shalat jamak adalah bentuk keringanan (rukhsah) yang Allah SWT berikan kepada hamba-Nya. Praktiknya adalah menggabungkan dua shalat wajib dalam satu waktu. Misalnya, Dzuhur digabung dengan Ashar, atau Maghrib dengan Isya, baik dengan cara taqdim (dimajukan) maupun ta’khir (ditunda).
Sayyid Sabiq dalam Fiqh al-Sunnah menyebut ada lima kondisi yang membolehkan jamak:
1. Saat ibadah haji di Arafah dan Muzdalifah.
2. Saat dalam perjalanan (safar).
3. Saat hujan lebat.
4. Saat sakit atau ada halangan (udzur).
5. Saat ada keperluan mendesak yang jika ditunda bisa menimbulkan mudarat lebih besar.
Lalu, apakah karnaval bisa masuk ke dalam kategori ini?
Hadits Riwayat Ibnu Abbas
Peserta karnaval yang memilih menjamak shalat kadang merujuk pada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan Abu Dawud dari Ibnu Abbas.
حَدَّثَنَا عُثْمَانُ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ حَدَّثَنَا أَبُو مُعَاوِيَةَ حَدَّثَنَا الْأَعْمَشِ عَنْ حَبِيبِ بْنِ أَبِي ثَابِتٍ عَنْ سَعِيدِ بْنِ جُبَيْرٍ عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ جَمَعَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بَيْنَ الظُّهْرِ وَالْعَصْرِ وَالْمَغْرِبِ وَالْعِشَاءِ بِالْمَدِينَةِ مِنْ غَيْرِ خَوْفٍ وَلَا مَطَرٍ فَقِيلَ لِابْنِ عَبَّاسٍ مَا أَرَادَ إِلَى ذَلِكَ قَالَ أَرَادَ أَنْ لَا يُخْرِجَ أُمَّتَهُ
Artinya, Rasulullah SAW pernah menjamak Dzuhur dengan Ashar, serta Maghrib dengan Isya di Madinah tanpa ada rasa takut maupun hujan. Ketika ditanya alasan beliau, Ibnu Abbas menjawab: “Agar tidak memberatkan umatnya.”
Hadis ini memunculkan perbedaan pandangan di kalangan ulama.
Mayoritas ulama dari madzhab Syafi’i, Hanafi, Maliki, dan Hanbali menolak menjamak shalat dalam keadaan normal, kecuali jika ada udzur syar’i. Imam Nawawi dalam Majmu’ menjelaskan:
في مذاهبهم في الجمع في الحضر بلا خوف ولا سفر ولا مصر ولا مرض مذهبنا ومذهب أبي حنيفة ومالك وأحمد والجمهور أنه لا يجوز
Artinya: “Menjamak shalat di rumah tanpa adanya rasa takut, sakit, hujan, atau bepergian hukumnya tidak diperbolehkan menurut madzhab Syafi’i, Abu Hanifah, Malik, Ahmad, dan mayoritas ulama.”
Namun, ada pandangan berbeda dari sebagian ulama. Dalam Raudhatut Thalibin, Imam Nawawi mencatat pendapat Imam al-Qaffal al-Kabir as-Syasyi dan Abi Ishaq al-Marwazi yang menyebut boleh menjamak shalat karena ada hajat tertentu, asalkan tidak dijadikan kebiasaan.
وَقَدْ حَكَى الْخَطَّابِيُّ عَنِ الْقَفَّالِ الْكَبِيرِ الشَّاشِيِّ، عَنْ أَبِي إِسْحَاقَ الْمَرْوَزِيِّ جَوَازَ الْجَمْعِ فِي الْحَضَرِ لِلْحَاجَةِ مِنْ غَيْرِ اشْتِرَاطِ الْخَوْفِ، وَالْمَطَرِ، وَالْمَرَضِ، وَبِهِ قَالَ ابْنُ الْمُنْذِرِ مِنْ أَصْحَابِنَا. وَاللَّهُ أَعْلَمُ
Artinya: “Imam al-Khattabi meriwayatkan dari Imam Qaffal al-Kabir as-Syasyi, dari Abi Ishaq al-Marwazi, tentang kebolehan menjamak shalat di rumah karena adanya keperluan, tanpa syarat adanya rasa takut, hujan, atau sakit. Pendapat ini juga diikuti Ibnu Mundzir dari kalangan ulama Syafi’i.”
Apakah Karnaval Termasuk Udzur?
Meski ada keringanan dalam kondisi darurat, para ulama menegaskan bahwa karnaval bukan termasuk alasan syar’i untuk menjamak shalat. Karnaval adalah acara budaya dan hiburan, bukan keadaan darurat. Peserta masih bisa menyiasati dengan shalat sebelum acara dimulai, atau berhenti sejenak saat waktu shalat tiba.
Karnaval tidak bisa dijadikan ‘illat (alasan hukum) untuk meninggalkan shalat tepat waktu. Dengan kata lain, menjamak shalat karena karnaval tidak diperbolehkan, kecuali jika dalam situasi yang benar-benar mendesak.
Agar tetap bisa menikmati kemeriahan karnaval tanpa meninggalkan kewajiban shalat, ada beberapa tips praktis yang bisa dilakukan:
Kendati karnaval 17 Agustus merupakan perayaan budaya yang penuh semangat kebersamaan. Namun, kewajiban shalat tidak boleh dikorbankan demi kemeriahan acara.
Mayoritas ulama menegaskan, menjamak shalat karena alasan karnaval tidak diperbolehkan, kecuali dalam keadaan darurat yang sulit dihindari.
Peserta dianjurkan mengatur waktu shalat dengan baik, memanfaatkan fasilitas masjid sekitar, serta mempersiapkan diri sebelum acara berlangsung.
Dengan begitu, karnaval bisa tetap berjalan meriah, dan ibadah wajib pun tetap terlaksana tepat waktu. (*)
Sumber:
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |
Suhu Bromo di Bulan Agustus dan September, Perlukah Sewa Jaket?
James Gunn Pastikan Sekuel Superman Segera Digarap
Israel Membunuh Lima Jurnalis AP, Reuters dan Al Jazeera
Stasiun di Banyuwangi Kini Makin Ramah Bagi Ibu Menyusui dan Anak
PT Brawijaya Multi Usaha Dukung Gerakan Indonesia Hijau Satu Dekade TIMES Indonesia
Jambret di Bondowoso Ambil Tas Calon Jamaah Umrah Hampir Dihakimi Massa
Atasi Resiko Banjir Luapan Musim Penghujan, Pemkab Malang Rehab Jembatan Krapyak
Buku Discover Disaster: Komando Gubernur Khofifah Penting Redam Bencana dan Covid-19
Zumba dan Aerobik Bernuansa Merah Putih, Meriahkan Peringatan HUT RI ke 80 di Favehotel Kediri
Laka Tunggal di Kota Banjar, Pengendara Motor Kritis Setelah Tabrak Beca