TIMESINDONESIA, SURABAYA – Meski sering kita anggap penyakit “biasa”, cacingan masih menjadi masalah kesehatan serius di Indonesia. Data WHO menyebut lebih dari 1,5 miliar orang di dunia terinfeksi cacing usus, dan sebagian besar adalah anak-anak.
Akibatnya tidak main-main. Bisa kena anemia, gizi buruk, hingga stunting. Anak yang kerap sakit perut, lesu, dan sulit fokus belajar bisa jadi bukan sekadar kurang makan, melainkan tubuhnya terus dirongrong parasit yang mencuri nutrisi.
“Cacingan itu penyakit yang senyap, sering tak disadari, tapi dampaknya besar pada tumbuh kembang anak,” ujar Gary Alvaro Geson, B.Sc., peneliti mikrobiota dari AMRO Institute.
Penelitian terbaru menunjukkan, cacing bukan hanya “tamu gelap” yang menggerogoti gizi. Ia juga bisa merusak keseimbangan mikrobiota usus—dikenal sebagai gut dysbiosis.
• Cacing mengubah flora usus: beberapa bakteri baik menurun, sementara bakteri lain yang kurang menguntungkan bisa meningkat.
• Dysbiosis mempermudah cacing menetap: usus yang tidak seimbang lebih rentan diserang, membentuk lingkaran setan: cacing memperparah usus, usus yang rusak membuat cacing makin betah.
“Hubungan antara cacingan dan dysbiosis ibarat lingkaran setan. Keduanya saling memperkuat, dan inilah yang membuat anak mudah kembali terinfeksi meski sudah diobati,” jelas Prof. Dr. Subijanto Marto Sudarmo, Sp.A (K), dokter spesialis anak di Surabaya.
Selain obat cacing yang tetap jadi terapi utama, kini muncul harapan dari probiotik multistrain.
Kombinasi beberapa jenis bakteri baik (Lactobacillus, Bifidobacterium, dan lain-lain) dapat bekerja bersama untuk:
1. Menguatkan dinding usus agar lebih tahan terhadap parasit.
2. Menghasilkan SCFA (asam lemak rantai pendek) yang menyehatkan usus.
3. Menyeimbangkan sistem imun, sehingga tubuh lebih sigap melawan infeksi.
“Probiotik multistrain bukan pengganti obat cacing, tapi bisa menjadi game changer dalam pemulihan usus pasca infeksi. Ia memperbaiki keseimbangan mikrobiota, sesuatu yang tidak bisa dilakukan obat anthelmintik,” kata Apt. Ge Recta Geson, S.Si., peneliti probiotik alumni Universitas Surabaya.
Pesan yang bisa kita ambil jelas:
• Jangan anggap remeh cacingan—ia bisa merusak masa depan anak.
• Obat cacing tetap penting dan harus rutin diberikan sesuai anjuran.
• Probiotik multistrain bisa menjadi pendamping strategis untuk memulihkan keseimbangan usus.
• Gaya hidup sehat, pola makan bergizi, dan kebersihan lingkungan tetap fondasi utama.
Cacingan adalah masalah lama, tapi pendekatan baru sedang lahir. Saat kita mulai memahami hubungan antara cacing, mikrobiota usus, dan kesehatan tubuh, kita tidak lagi sekadar bicara “membunuh cacing”.
Kita bicara tentang membangun ekosistem usus yang sehat, demi anak-anak yang lebih kuat, cerdas, dan bebas dari beban parasit.
Seperti pepatah, “Sehat itu bukan sekadar bebas dari penyakit, tapi tumbuh dalam keseimbangan.”
Dan probiotik multistrain bisa menjadi salah satu kunci menuju keseimbangan itu. (*)
Pewarta | : Ge Recta Geson |
Editor | : Deasy Mayasari |
Soal Penyegelan Ratusan Kios Pasar Tradisional, Surat Rekomendasi DPRD Kota Madiun Tak Digubris
Thom Haye Resmi Berseragam Persib Bandung
Pansus Pajak dan Retribusi DPRD Kabupaten Malang Sepakat Tak Naikkan PBB 2025
MPP Kabupaten Kediri Uji Coba Layanan 20 Instansi Untuk Maksimalkan Pelayanan Masyarakat
Buku Discover Disaster: Saat Pemimpin Menjadi ‘Ibu’ di Tengah Bencana
Groundbreaking Lahan Parkir Eks Pasar Wisata Pangandaran Dimulai
Meriahkan HUT RI Ke-80, Karnaval Kebangsaan di Banyuwangi Bawa Pesan Cinta Lingkungan
Penguatan Komoditas Kopi Unggulan, Dinas TPHP Kabupaten Malang Apresiasi Petani Kopi
Banyuwangi Zero Kasus Campak dan Rubella, 2025 Cakupan Imunisasi Telah Mencapai 63 Persen
Diskopumdag Banyuwangi: DASSCO Ponpes Darussalam Blokagung Jadi Penggerak Ekonomi Masyarakat