TIMESINDONESIA, BALI – Di tengah deru revolusi digital yang tak henti-hentinya membentuk setiap sendi kehidupan kita, muncul sebuah fenomena sosial yang mengkhawatirkan namun sering luput dari perhatian: fatherless pada generasi digital.
Istilah "fatherless" di sini tidak semata merujuk pada ketiadaan sosok ayah secara fisik akibat perceraian, kematian, atau migrasi, melainkan juga absennya peran, bimbingan, dan kehadiran emosional ayah dalam kehidupan anak, meskipun ayah secara fisik ada di rumah.
Generasi digital, yang tumbuh besar dengan gawai di genggaman dan interaksi daring sebagai norma, menghadapi tantangan unik dalam merasakan kehadiran sosok ayah yang signifikan.
Dulu, peran ayah secara tradisional seringkali berpusat pada pencarian nafkah dan otoritas, namun kini, dengan perubahan dinamika keluarga dan tuntutan hidup modern, peran tersebut bergeser menjadi lebih kompleks dan membutuhkan kehadiran yang multidimensional.
Ironisnya, di era konektivitas tanpa batas ini, justru seringkali terjadi diskoneksi yang mendalam antara ayah dan anak. Banyak ayah terjebak dalam pusaran pekerjaan yang menuntut, stres finansial, atau bahkan kecanduan gawai mereka sendiri, yang membuat waktu berkualitas dengan anak-anak menjadi barang langka.
Mereka mungkin secara fisik berada di ruang yang sama, namun pikiran dan perhatian mereka terfokus pada layar laptop, ponsel, atau gawai lainnya, menciptakan dinding tak kasat mata yang menghalangi interaksi yang berarti.
Dampak dari fenomena fatherless ini sangatlah kompleks dan meresap hingga ke inti perkembangan psikologis dan sosial anak. Anak-anak yang tumbuh tanpa bimbingan dan figur ayah yang kuat seringkali kesulitan dalam mengembangkan identitas diri yang stabil dan kuat.
Mereka mungkin merasa tidak aman, kurang percaya diri, dan memiliki masalah dalam regulasi emosi. Studi menunjukkan bahwa anak laki-laki tanpa figur ayah yang memadai cenderung mencari validasi dari kelompok sebaya yang mungkin tidak selalu positif, dan rentan terhadap perilaku berisiko.
Sementara itu, anak perempuan yang fatherless mungkin kesulitan dalam membentuk hubungan yang sehat dengan lawan jenis di kemudian hari, seringkali mencari figur ayah dalam diri pasangan, atau justru memiliki masalah kepercayaan yang mendalam. Ketiadaan bimbingan moral dan etika dari seorang ayah juga dapat mempengaruhi pemahaman anak tentang batasan dan tanggung jawab.
Di dunia digital yang serba terbuka, di mana informasi dan pengaruh negatif mudah diakses, peran ayah sebagai filter, pembimbing, dan pemberi nilai menjadi krusial. Tanpa bimbingan ini, anak-anak rentan terhadap cyberbullying, konten tidak pantas, dan paparan terhadap budaya toxic yang dapat membentuk pandangan dunia mereka secara negatif.
Mereka mungkin kurang mampu membedakan mana yang benar dan salah, serta kurang memiliki ketahanan mental untuk menghadapi tekanan dari media sosial dan tuntutan masyarakat digital yang serba cepat.
Lebih lanjut, fatherless pada generasi digital juga berkorelasi dengan masalah kinerja akademik dan sosial. Anak-anak yang merasa tidak didukung atau tidak mendapatkan perhatian yang cukup dari ayah mereka seringkali menunjukkan prestasi akademik yang lebih rendah dan masalah perilaku di sekolah.
Mereka mungkin sulit berkonsentrasi, sering bolos, atau terlibat dalam konflik dengan teman sebaya. Hal ini tidak hanya disebabkan oleh kurangnya dorongan dan pengawasan akademik dari ayah, tetapi juga karena dampak psikologis dari ketiadaan figur ayah yang menciptakan kecemasan dan stres, yang pada gilirannya menghambat kemampuan belajar.
Dalam konteks sosial, anak-anak ini mungkin kesulitan dalam membangun keterampilan komunikasi yang efektif dan empati, karena mereka kurang mendapatkan model peran yang positif dalam interaksi interpersonal dari seorang ayah.
Mereka mungkin menjadi lebih tertutup, menarik diri dari lingkungan sosial, atau sebaliknya, menjadi agresif dan mencari perhatian dengan cara yang tidak sehat. Lingkungan digital, yang menawarkan interaksi instan namun seringkali dangkal, bisa menjadi pelarian, namun juga memperburuk masalah isolasi sosial yang mereka alami.
Untuk mengatasi fenomena fatherless ini, diperlukan pendekatan yang holistik dan multi-dimensi. Edukasi orang tua, khususnya para ayah, tentang pentingnya kehadiran emosional dan peran aktif dalam kehidupan anak adalah langkah pertama yang krusial.
Ini bukan hanya tentang menyediakan kebutuhan materi, melainkan juga tentang mendengarkan, bermain bersama, memberi nasihat, dan menjadi teladan. Ayah perlu menyadari bahwa waktu berkualitas tidak harus selalu berupa aktivitas besar, melainkan bisa jadi momen-momen kecil yang bermakna, seperti membaca buku sebelum tidur, makan bersama tanpa gawai, atau sekadar bercengkerama.
Kebijakan perusahaan yang mendukung keseimbangan kehidupan kerja, seperti cuti ayah yang lebih panjang dan fleksibilitas kerja, juga dapat membantu para ayah memiliki lebih banyak waktu untuk keluarga.
Selain itu, peran komunitas dan sekolah juga penting dalam menyediakan program mentorship dan dukungan bagi anak-anak yang fatherless, serta mendorong para ayah untuk terlibat lebih aktif dalam kegiatan sekolah.
Penting juga untuk menyoroti bahaya kecanduan gawai pada orang tua, dan mendorong kebiasaan "digital detox" di rumah untuk menciptakan ruang bagi interaksi keluarga yang otentik.
Dengan upaya bersama dari individu, keluarga, masyarakat, dan pemerintah, kita dapat berharap untuk membalikkan tren fatherless pada generasi digital, dan memastikan setiap anak mendapatkan hak untuk merasakan cinta, bimbingan, dan kehadiran penuh dari sosok ayah yang berarti. (*)
***
*) Oleh : Ahmad Fajarisma Budi Adam, Guru Matematika SMP N 1 Banjar Seririt Bali.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
Halal Fest 2025 Hasilkan Donasi Rp1,8 Miliar untuk Palestina
Serunya Petro Agrifood Expo Gresik, Pengunjung Bisa Belanja hingga Belajar Bertani Modern
Sekolah Rusak, Siswa MI di Lebak Terpaksa Belajar di Gubuk
Rodrigo de Paul Siap Berikan Kemampuan Terbaik untuk Inter Miami
Traveling Efisien Anti Repot: Inilah Trik Packing Ringan Namun Tetap Fungsional
Kereta Hantu Pabrik Teh, Wahana Horor Baru yang Siap Uji Nyali di Citimall Cianjur
Pejuang NU Asal Pacitan, H. Sifaul Janan Wafat Saat Hendak Salat di Masjid
Target Operasi di Cianjur: Ratusan Botol Miras Disita, Puluhan Pelajar Diamankan
Timnas Voli Putri U-21 Tumbangkan Seniornya
Mintalah Hidup Kekal, Carilah Keselamatan Sesama