TIMESINDONESIA, SITUBONDO – Bayangkan suatu hari Anda membuka media sosial dan melihat foto diri Anda sedang berada di Paris, tersenyum di depan Menara Eiffel, mengenakan pakaian yang tak pernah Anda kenakan. Foto itu begitu nyata, seakan diambil langsung oleh kamera profesional.
Anehnya, Anda tidak pernah pergi ke sana. Anda tidak pernah memakai pakaian itu. Namun di mata publik, foto itu tampak nyata lebih nyata dari kenyataan itu sendiri.
Inilah dunia baru yang dibawa oleh kecerdasan buatan (AI) generatif visual. Dengan beberapa selfie sebagai input, AI bisa “mempelajari” wajah kita, lalu menempatkan wajah itu ke berbagai adegan dan gaya foto yang berbeda.
Dari sekadar eksperimen kreatif hingga praktik yang membahayakan, teknologi ini membuka peluang besar sekaligus risiko serius.
Seperti pisau yang bisa menjadi alat dapur atau senjata, AI dalam dunia visual menghadirkan wajah ganda: kesempatan dan ancaman berjalan beriringan.
Bagi dunia kreatif, AI generatif merupakan revolusi yang nyaris tak terbatas. Fotografer dapat menciptakan foto konsep tanpa harus melakukan perjalanan jauh atau membangun studio mahal.
Seorang pengguna biasa bisa “mengunjungi” lokasi-lokasi yang sebelumnya hanya bisa dicapai dengan biaya tinggi atau waktu panjang. Industri periklanan bisa memanfaatkan model digital yang fleksibel, mengganti wajah, ekspresi, dan gaya sesuai kebutuhan kampanye.
Teknologi ini juga memiliki potensi positif di ranah pendidikan, kesehatan, dan forensik. Misalnya, rekonstruksi wajah korban untuk membantu identifikasi, atau eksperimen seni lintas zaman yang memperluas imajinasi manusia.
AI menjadi alat demokratisasi. Siapa pun bisa menghasilkan visual menawan tanpa harus memiliki kamera mahal atau akses ke studio profesional.
Lebih dari itu, AI mendorong inovasi. Kolaborasi antara manusia dan mesin bisa menghasilkan bentuk seni hibrida yang sebelumnya tidak mungkin. Seorang seniman dapat menggunakan AI untuk menguji ide visual, mengubah skema warna, atau menambahkan elemen yang sulit diwujudkan secara manual. Dalam konteks ini, AI bukan musuh, melainkan kolaborator baru dalam proses kreatif.
Namun di balik pesonanya, teknologi ini menyimpan sisi gelap yang tidak bisa diabaikan. Ancaman terbesar adalah penyalahgunaan identitas. Dengan beberapa foto wajah yang diambil dari media sosial, seseorang dapat menciptakan konten palsu yang menyerupai kita dari foto liburan fiktif hingga deepfake yang lebih berbahaya: pornografi non-konsensual, penipuan digital, atau fitnah politik.
Kasus deepfake pornografi tanpa izin telah menimbulkan korban nyata. Banyak perempuan mengalami trauma psikologis ketika wajah mereka ditempelkan ke tubuh orang lain, lalu disebarkan tanpa kendali.
Di ranah politik, deepfake bisa digunakan untuk menciptakan pernyataan palsu seorang pejabat atau calon pemimpin, yang dapat memengaruhi opini publik dan merusak reputasi secara instan.
Selain itu, penggunaan AI ini menimbulkan risiko “hilangnya batas antara realitas dan ilusi.” Publik yang tak kritis bisa terkecoh, mempercayai sesuatu yang tampak nyata padahal palsu.
Dalam jangka panjang, kepercayaan publik terhadap media dan informasi bisa tergerus, sebuah krisis yang lebih besar dari sekadar foto digital.
Pertanyaan besar muncul: bagaimana menata dunia baru ini agar aman dan adil? Regulasi jelas dibutuhkan. Wajah manusia adalah data pribadi paling sensitif. Penggunaan tanpa izin seharusnya diganjar hukuman tegas.
Platform AI perlu transparan, memastikan bahwa data wajah yang digunakan untuk pelatihan model telah mendapat izin. Watermark digital pada setiap karya AI bisa membantu publik membedakan mana hasil nyata dan mana rekayasa.
Selain itu, literasi digital menjadi kunci. Masyarakat harus diajarkan untuk kritis, mengenali konten palsu, dan memahami bahwa “apa yang tampak nyata” tidak selalu benar. Tanpa literasi, masyarakat rentan menjadi korban penyalahgunaan teknologi.
Kita tidak bisa menghentikan AI. Menolak teknologi ini sama mustahilnya dengan menolak hadirnya internet, kamera, atau komputer. Yang bisa kita lakukan adalah memastikan bahwa teknologi ini digunakan secara bertanggung jawab.
Keseimbangan menjadi hal yang paling rentan. Kita perlu merangkul sisi positif demokratisasi kreativitas, efisiensi produksi, eksperimen visual tanpa menutup mata terhadap sisi gelap: penyalahgunaan identitas, manipulasi politik, dan pelanggaran privasi.
Yang tak kalah penting adalah mengingat bahwa wajah bukan sekadar bentuk visual. Ia adalah identitas, martabat, dan representasi manusia. Jika wajah kita bisa dengan mudah dijadikan mainan mesin, yang terancam bukan hanya privasi, tetapi kemanusiaan itu sendiri.
AI mungkin bisa meniru wajah kita dengan sempurna, tetapi ia tidak bisa memahami makna di balik wajah itu. Senyum yang lahir dari rasa syukur, tatapan yang dipenuhi air mata, kerutan yang terbentuk dari perjalanan panjang semua itu tak bisa disalin algoritma.
Di tengah pesona teknologi, mari kita tetap waspada: wajah kita bukan sekadar gambar. Ia adalah kisah, luka, dan jiwa manusia. Dan itu, seharusnya tak pernah menjadi milik mesin semata.
***
*) Oleh : Nur Kamilia, Dosen Hukum STAI Nurul Huda Situbondo.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggung jawab penulis, tidak menjadi bagian tanggung jawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubrik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
Editor | : Hainorrahman |
Tiga Pesan Penting Bupati Amalia Desiana Bagi Pengurus PKS Banjarnegara 2025-2030
Pasar Kangen TBY 2025: Meriahkan Yogyakarta dengan Nostalgia, Kuliner dan Filosofi Jawa
Pajak dalam Islam
Cegah TPPO, Lurah Hegarsari Kot Banjar Soroti Pentingnya Jalur Resmi Kerja Luar Negeri
Serap Aspirasi Warga, PKB Lamongan Dorong Program Pemerintah Menyentuh Rakyat
Yayasan Sahabat Multi Bintang dan Seven Clean Seas Bersihkan Pantai Tanjung Benoa Bali
Kebebasan Pers di Ujung Tanduk
SMPN 1 Singosari Malang Jalin Kerja Sama dengan Malaysia, Cetak Siswa Berwawasan Global
Edukasi Sejak Dini: Kunci Regenerasi dan Masa Depan Gemilang Batu Akik Ponorogo
Rakerda Kagama Jatim 2025 Usung Semangat Guyub Rukun Migunani