TIMESINDONESIA, JEMBER – Maraknya dinamika kehidupan modern yang penuh dengan arus informasi dan perubahan sosial yang begitu cepat, santri sekarang menghadapi tantangan yang jauh lebih kompleks dibandingkan santri sebelumnya. Fenomena yang cukup memprihatinkan ketika terjadinya penyimpangan karakter di sebagian santri saat berada di luar lingkungan pesantren.
Penyimpangan ini bukan hanya terlihat dari perilaku lahiriah seperti cara berpakaian dan bergaul, tetapi juga dari tutur kata, sikap sosial, bahkan cara mereka mengimplemsntasikan ilmu yang diperoleh selama mondok.
Dulu, santri dikenal sebagai sosok yang berwibawa, rendah hati, santun dalam berbicara, dan menjadi teladan moral di tengah masyarakat. Ketika mereka liburan, masyarakat merasa kehadiran harapan yang digadang-gadangkan.
Nilai-nilai keislaman yang tertanam kuat di pesantren terpantul dalam keseharian mereka. Sopan santun terhadap orang tua, hormat pada guru, dan adab dalam bertutur pun berprilaku. Namun, kini gambaran tersebut mulai tenggelam.
Sebagian santri dewasa ini justru tampak kehilangan identitasnya. Saat liburan, mereka larut dalam gaya hidup modern yang cenderung hedonis dan permisif. Tutur kata yang dahulu dijaga kini berganti dengan bahasa yang kurang tertata.
Pakaian yang dulunya sederhana dan sopan berubah menjadi ekspresif dan serampangan. Interaksi sosial mereka pun sering kali menunjukkan ketidaksantunan.
Tidak sedikit yang lebih sibuk dengan gawai daripada interaksi sosial, lebih asyik bermain media sosial daripada berkontribusi dalam kegiatan di lingkungan sekitar. Fenomena ini menimbulkan kekhawatiran yang mendalam. Ke mana arah pembentukan karakter santri sekarang?
Masalah ini tidak serta-merta dapat disalahkan kepada individu santri semata. Terdapat banyak faktor yang memengaruhi perubahan perilaku tersebut. Pertama, derasnya arus globalisasi dan digitalisasi telah menciptakan ruang baru yang sulit dikontrol.
Dunia maya menjadi tempat pertemuan berbagai budaya dan ideologi yang sering kali bertentangan dengan nilai-nilai kepesantrenan. Santri yang tidak dibekali literasi digital dan kemampuan filtering value akan mudah terbawa arus.
Kedua, orientasi sebagian pesantren kini mulai bergeser. Banyak lembaga pendidikan pesantren yang lebih menekankan aspek akademik dan formalitas intelektual, sementara dimensi riyadhah (pembiasaan spiritual) dan tazkiyatun nafs (penyucian jiwa) mulai berkurang. Aspek inilah yang dulu menjadi jantung pendidikan pesantren. Akibatnya, santri menjadi pandai secara intelektual tetapi kering secara spiritual.
Ketiga, kurangnya keteladanan dan perhatian dari lingkungan sekitar, terutama keluarga yang juga berperan besar. Saat liburan banyak orang tua yang tidak mampu menjadi penyambung amalan pesantren di rumah. Akibatnya, semangat keilmuan dan keikhlasan yang dibangun di pondok menjadi hilang entah kemana.
Melihat fenomena ini, maka penting untuk melakukan rejuvenasi santri masa kini sebagai proses pembaharuan dan penguatan kembali jati diri santri sesuai nilai-nilai tradisi pesantren yang luhur dan relevan dengan perkembangan zaman.
Rejuvenasi ini bukan berarti menolak modernitas, melainkan menempatkan santri pada posisi strategis sebagai penjaga moral sekaligus pelaku perubahan yang bijak.
Langkah pertama adalah penguatan kembali pendidikan adab dan spiritualitas. Pesantren perlu menegaskan kembali bahwa tujuan utama menuntut ilmu bukan semata-mata untuk mendapatkan gelar atau status sosial, tetapi untuk mencari ridha Allah dan mengamalkannya demi kemaslahatan.
Nilai-nilai ikhlas, tawadhu’, zuhud, dan ta’dzim kepada guru harus terus dihidupkan agar menjadi pondasi kuat menghadapi dunia luar. Sebagaimana ungkapan bahwasannya adab berada diatas ilmu.
Kedua, pembaharuan kurikulum pesantren harus menyesuaikan dengan tantangan zaman tanpa kehilangan ruh keislaman. Santri perlu dibekali kemampuan berpikir kritis, literasi digital, dan kesadaran sosial agar dapat menjadi agen perubahan di masyarakat modern dan perkembangan zaman.
Dan yang terakhir, kolaborasi antara pesantren, keluarga, dan masyarakat harus diperkuat. Supaya liburan santri tidak menjadi masa jeda spiritual, tetapi momentum aktualisasi nilai-nilai yang telah dipelajari.
Santri masa kini sesungguhnya memiliki potensi besar. Mereka hidup di era teknologi yang memberi peluang luas untuk berdakwah dan berkontribusi dalam berbagai bidang. Namun, potensi ini hanya dapat terwujud apabila mereka mampu menyeimbangkan antara modernitas dan moralitas.
Di sinilah pentingnya rejuvenasi santri pada ruh keilmuan dan keadaban, sambil membekali mereka dengan keterampilan yang relevan dengan tuntutan zaman.
Santri bukan hanya simbol religiusitas dan spiritualitas, tetapi juga representasi karakter bangsa. Ketika santri kehilangan jati diri dan adabnya, maka masyarakat kehilangan salah satu sumber moralitasnya.
Oleh karena itu, tugas kita bersama pesantren, keluarga, dan masyarakat adalah memastikan bahwa santri tidak sekadar belajar di pondok, akan tetapi merealisiasikan nilai-nilai pondok. Dengan begitu, santri masa kini tidak akan menjadi korban arus perubahan, melainkan menjadi pemimpin yang menuntun perubahan ke arah yang lebih mapan.
Dengan rejuvenasi ini, kita berharap santri kembali menjadi cermin akhlak mulia, penjaga nilai-nilai Islam, dan agen peradaban sebagaimana peran leluhur yang terjun lapang di masa lalu. Masa depan bangsa dan kemuliaan agama tidak hanya bergantung pada ilmu pengetahuan, tetapi juga pada jiwa-jiwa yang bersih dan beradab.
***
*) Oleh : Hidayat Norwahit, Mahasiswa UIN Khas Jember.
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
*) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Editor | : Hainorrahman |
DPRD Jabar Uji Coba WFH 50% untuk Efisiensi, Begini Skemanya
Pasca Pencurian Koleksi Napoleon, Museum Louvre Kembali Dibuka
Lee Min Ho Balik ke Layar Lebar Bintangi Film Kriminal Thriller
Ampas Teh dan Kopi Menjadi Karya, Sheraton Surabaya Membatik Ramah Lingkungan
Subiyakto di Paguyuban An-Nur Kasyfudduja Bali, Komitmen Membangun Kepulauan Raas
Heboh Radiasi Cs-137, Pemkab Serang Musnahkan Ternak di Cikande
Jeruji Besi Tak Halangi Iman, Pesantren At-Taubah Resmi Hadir di Rutan Banjarnegara
Polisi Ungkap Modus "Tekong Kapal" Selundupkan Sabu 1,9 Kg dari Malaysia ke Batam, 4 Tersangka Diciduk
Kejagung Lelang 10 Kendaraan Doni Salmanan Senilai Rp9,8 Miliar
Gus Iqdam Ramaikan Gebyar Hari Santri Sekolah Khadijah Surabaya