TIMESINDONESIA, JAKARTA – Beberapa waktu lalu, Indostrategi memunculkan hasil survei mengenai kinerja Kementerian terbaik. Kemendikdasmen didapuk sebagai Kementerian yang menduduki puncak klasemen, dan ini membuktikan bukan sekadar prestasi administrasi, melainkan penanda bahwa Indonesia telah melangkah lebih jauh dalam mewujudkan cita-cita Pendidikan inklusif.
Saya menilai prestasi ini didapat dari implementasi tujuh program strategis yang dilakukan oleh Kemendikdasmen untuk menghilangkan hambatan struktural, geografis, dan ekonomi dalam mengakses pendidikan berkualitas.
Tujuh program ini sudah memastikan setiap anak Indonesia, tanpa terkecuali memiliki kesempatan nyata untuk tumbuh dan berkembang melalui proses pendidikan yang berkualitas.
Lalu seberapa dampak dari tujuh program tersebut? Saya mencoba melakukan analisa dengan Pendekatan Kapabilitas atau Capability Approach yang dikembangkan oleh ekonom dan filsuf Amartya Sen dan Martha Nussbaum.
Pendekatan ini menggeser fokus penilaian keberhasilan dari sekadar ketersediaan sumber daya (uang, buku, bangunan) menjadi kebebasan aktual atau kapabilitas individu untuk mencapai keadaan dan fungsi yang mereka hargai.
Dalam konteks pendidikan inklusif, keberhasilan dapat diukur dari seberapa jauh program pemerintah yang mampu mengubag sumber daya menjadi kapabilitas yang dapat diwujudkan oleh siswa di lapangan.
Saya mencoba membagi tiga pilar yang dikelompokkan dari 7 program yang ada untuk mewujudkan pendidikan inklusif. Pilar pertama yaitu Kapabilitas Dasar dan Lingkungan, berfokus pada penyediaan lingkungan dan dukungan esensial agar kapabilitas belajar dapat terwujud. Program yang masuk dalam pilar ini adalah Revitalisasi Satuan Pendidikan yang sudah berhasil merevitalisasi 15.523 sekolah dengan anggaran Rp. 16,97 triliun.
Dengan investasi langsung menjamin Kapabilitas Tubuh dan Tempat Tinggal (sekolah yang layak dan aman). Dengan program yang melampaui target awal. Revitalisasi sekolah memastikan siswa di berbagai jenjang untuk mendapatkan lingkungan fisik yang mendukung.
Program berikutnya dalam pilar pertama adalah Bantuan Operasional Satuan Pendidikan senilai Rp. 59,3 triliun yang disalurkan ke 422.000 satuan pendidikan untuk menjamin proses pendidikan, memelihara kualitas lingkungan, melindungi Kapabilitas Praktis Akal Budi dari gangguan Operasional.
Pilar kedua yaitu Kapabilitas Akses dan Keadilan Ekonomi yang menurut saya secara eksplisit menghilangkan hambatan geografis, dan finansial yang paling sering menyebabkan ekslusi. Melalui program Indonesia Pintar, ADEM (Beasiswa Afirmasi Pendidikan Menengah) dan Tunjangan Guru ASN.
Program Indonesia Pintar dan ADEM merupakan program yang langsung mengentaskan kemiskinan dengan target 18,5 juta siswa PIP dan 4.679 siswa ADEM, program ini merupakan Kapabilitas Material yang memastikan siswa dari keluarga kurang mampu memiliki sumber daya untuk membeli perlengkapan sekolah, transportasi dan nutrisi. Secara tidak langsung program ADEM mendong inklusivitas geografis bagi siswa dari daerah 3T.
Berikutnya tunjangan guru ASN (DAK Nonfisik) yang dialokasikan Rp. 70 triliun melalui tunjangan khusus guru untuk 62.536 guru di daerah terpencil yang menjadi strategi kunci untuk mencapai inklusi.
Dengan memberikan kompensasi dan pengakuan layak, pemerintah melalui Kemendikdasmen memastikan guru terbaik bersedia bertugas di daerah 3T sehingga Kapabilitas Kualitas Pendidikan dapat merata di seluruh wilayah Indonesia.
Selanjutnya Pilar Ketiga yaitu Kapabilitas Adaptif dan peningkatan diri. Sistem pendidikan tidak hanya bertahan tetapi juga relevan dan mampu adaptif terhadap tantangan zaman. Dan yang masuk program ini yaitu Peningkatan Kompetensi dan Kesejahteraan Guru Non-ASN, Digitalisasi Pendidikan dan 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat.
Peningkatan Kompetensi dan Kesejahteraan Guru Non ASN ini dianggarkan sebanyak Rp 13,2 triliun untuk meningkatkan kesejahteraan melalui insentif dan tunjangan yang berfokus pada Kapabilitas Profesional melalui fasilitasi S1/D4 dan Pendidikan Profesi Guru. Pengajar kompeten dan sejahtera adalah kunci utama untuk mentransfer pengetahuan secara efektif.
Lalu digitalisasi pendidikan sudah mencapai 285.000 sekolah lebih sehingga memberikan Kapabilitas Berpikir Kritis dan Berinteraksi Digital. Program ini menjamin inklusivitas di era modern dan memastikan siswa di daerah manapun dapat meningkatkan literasi digital.
Terakhir program 7 Kebiasaan Anak Indonesia Hebat dapat membentuk Kapabilitas Afiliasi dan Kesehatan serta memastikan bahwa pendidikan bersifat holistik. Tidak hanya mencetak akademisi pintar namun juga individu sehat secara fisik, etis dan mampu berinteraksi positif di lingkungannya.
Mempertahankan Momentum Inklusi
Pendekatan Kapabilitas menegaskan bahwa pencapaian terbesar Kemendikdasmen terletak pada penghapusan “konversi” yang tidak adil. Dulu, siswa di daerah 3T mungkin memiliki sekolah yang sama namun belum tentu dengan memiliki kapabilitas untuk mengakses guru bersertifikasi atau sumber daya digital seperti di Kota. Terutama pada program TKG dan Digitalisasi yang bekerja untuk menyetarakan kapabilitas tersebut.
Jika kita lihat pengakuan Indostrategi dan statistik pencapaian (seperti melampaui target revitalisasi dan besarnya dana yang digelontorkan) menunjukkan komitmen pemerintah.
Bahkan perubahan dalam sistem asesmen seperti Tes Kemampuan Akademik (TKA) yang sekarang lebih berfokus pada penalaran kognitif daripada hafalan (konteks SNBT sebelumnya), mencerminkan pergeseran filosofi dari menguji.
Pemerintah berinvestasi tidak hanya pada bangunan, tetapi pada fungsi dan kebebasan individu untuk memilih masa depan mereka. Selaras dengan pandangan Amartya Sen yang menyatakan pembangunan sejati adalah perluasan kebebasan.
"The capability approach is a broader approach, going beyond resources, to concentrate on the actual freedom to achieve various valuable functionings." (Amartya Sen, Development as Freedom).
Kebebasan aktual inilah yang sedang dirajut oleh Kemendikdasmen melalui tujuh program yang sudah dikerjakan. Dengan menghilangkan hambatan finansial, geografis dan kompetensi, saya yakin Indonesia sedang menuju sistem pendidikan yang benar-benar inklusif.
Dan nantinya kapabilitas setiap anak diakui dan didukung penuh oleh negara, keberlanjutan dan konsistensi implementasi program menjadi kunci utama dalam mengukir masa depan yang lebih adil bagi generasi penerus bangsa.
***
*) Oleh : Fathin Robbani Sukmana, Pengamat Sosial dan Kebijakan Publik.
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.
| Editor | : Hainorrahman |
Mantan Drummer Musik Metal, Sanae Takaichi kini Jabat Perdana Menteri Jepang
Dari Jakarta ke Talunombo: 234 Siswa Rasakan Hidup Sehari sebagai Petani Wonosobo
Crossover Transformers & G.I. Joe Digarap Versi Animasi Dewasa
Super Gemas, Uniqlo Kembali Populerkan Tamagotchi
Waspada! 10 Daerah di Sulut Hadapi Ancaman Bencana Hidrometeorologi
Bisa Gagal Bayar, Ekonom Imbau Pengelolaan Kopdes Merah Putih Hati-Hati
Komisi Eropa Temukan Pelanggaran DSA, Meta dan TikTok Terancam Denda 6% dari Pendapatan Global
Aktivitas Gunung Lewotobi Laki-Laki Mulai Landai, Status Masih Level IV
Dugaan Korupsi Digitalisasi SPBU, KPK Usut Pengadaan Alat Cek Stok BBM
Krisis di Virginia, Shutdown Pemerintah AS Ancam Bantuan Pangan untuk 850.000 Warga