TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi menegaskan komitmennya dalam upaya melestarikan warisan budaya daerah. Salah satunya melalui konservasi naskah lontar Sri Tanjung, manuskrip kuno yang menjadi simbol identitas masyarakat Bumi Blambangan.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, mengatakan bahwa pelestarian lontar Sri Tanjung, tidak bisa dilakukan hanya oleh pemerintah.
Peran budayawan, seniman, serta masyarakat luas sangat penting agar nilai-nilai budaya yang terkandung dalam lontar tersebut tetap hidup.
“Konservasi lontar Sri Tanjung adalah bagian dari menjaga identitas Banyuwangi. Namun, Pemda (Pemerintah Daerah) tidak bisa berjalan sendiri. Sehingga, kita juga perlu berkolaborasi dengan lintas sektoral,” kata Ipuk, Senin (8/9/2025).
Orang nomor wahid di Banyuwangi itu, mengapresiasi langkah program restorasi yang digelar pada 30 Agustus hingga hari ini.
Restorasi naskah lontar Sri Tanjung sendiri melibatkan tim ahli konservasi Perpustakaan Nasional (Perpusnas) Republik Indonesia, jejaring akademisi, Masyarakat Pernaskahan Nusantara (MANASSA), dan Memory of the World Commite (MOWCAP) UNESCO.
Naskah Lontar Sri Tanjung. (FOTO: Dok. TIMES Indonesia)
Menurut Ipuk, keterlibatan masyarakat dalam pelestarian budaya patut diapresiasi. Ia melihat aktivitas seni dan budaya Banyuwangi semakin bertumbuh seiring kesadaran warga untuk menjaga warisan leluhur.
“Kita juga senang karena ternyata masyarakat ini semakin bertumbuh aktif dalam bidang seni dan budaya,” ujarnya.
Sementara itu, Koordinator Pelaksana Program, Wiwin Indiarti, menekankan pentingnya keterlibatan masyarakat adat dan komunitas lokal dalam setiap prosesnya.
Menurut Wiwin, dengan keterlibatan langsung konservasi ini menjadi bagian dari pendidikan praktis sekaligus penanaman rasa bangga terhadap warisan budaya.
“Harapan jangka panjang dari kegiatan ini mencakup berbagai aspek yang saling terkait. Dari sisi fisik, konservasi diharapkan mampu menjaga naskah Lontar Sri Tanjung dari ancaman kerusakan akibat usia, iklim tropis, maupun penanganan yang kurang tepat,” ujarnya.
Wiwin yang juga Ketua Aliansi Masyarakat Addat Nusantara (AMAN) Osing, menegaskan bahwa kegiatan ini dipandang penting untuk menghidupkan kembali narasi budaya melalui beragam medium, mulai dari seni pertunjukan, kegiatan pendidikan, hingga pengembangan literasi masyarakat.
Sebagai informasi, pada 2024, Perpusnas RI telah menetapkan Lontar Sri Tanjung sebagai Ingatan Kolektif Nasional (IKON) Indonesia. Naskah ini mengisahkan perjalanan spiritual seorang perempuan bernama Sri Tanjung yang menghadapi fitnah, penderitaan, dan ujian kesetiaan.
Cerita tersebut, merefleksikan nilai moral, keteguhan hati, sekaligus spiritualitas yang berakar pada kebudayaan masyarakat Banyuwangi. Bahkan, nama Banyuwangi diyakini berasal dari legenda Sri Tanjung yang menjelma menjadi air harum setelah wafat.
Nilai historis dan simbolis tersebut lah membuat Lontar Sri Tanjung dianggap bukan hanya teks sastra, tetapi juga pondasi bagi identitas kultural masyarakat Banyuwangi.
Melalui konservasi yang dilakukan, lontar ini diharapakan dapat terus dirawat, dipelajari, dan dihidupkan kembali dalam kehidupan sehari-hari. (*)
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Mahasiswa Dunia Bahas Perlindungan Ruang Sipil di Universitas Brawijaya
Pendaftaran Dibuka, Glasstech Asia & Fenestration Asia 2025 Kembali Hadir di Jakarta
Seluruh Pegawai dan Pejabat Pemkot Surabaya Teken Komitmen Anti Pungli dan Gratifikasi
Terima 15 Laporan Dugaan Pungli, Wali Kota Surabaya Ajak Masyarakat Tak Takut Melapor
Catat, Ini Jadwal Peluncuran Global Seri Xiaomi 15T
Menkeu Purbaya Janji Tak Akan Buat Kebijakan Fiskal Aneh-Aneh
Dibekali Baterai Berkapasitas Bontot, Segini Banderol Harga POCO C85
Memilih Profesi Guru, Hidup Miskin?
Ospek ITNY 2025: Generasi Z Dibekali Mindset, Digital dan Kearifan Lokal
137 Ruas Jalan di Ponorogo Segera Mulus, Pengerjaan Dimulai Oktober 2025