TIMESINDONESIA, BANYUWANGI – Dunia Nur Wahidah memang gelap tanpa cahaya, namun masa depan putra keempatnya kini mulai terlukis dengan warna-warna terang. Sebagai seorang tukang pijat tunanetra di Banyuwangi, yang berjuang demi menghidupi keluarga. Impian terbesarnya, bak sebuah lentera yang tak pernah padam yakni melihat anaknya menggapai cita-cita.
Impian yang sering terasa jauh dan samar, kini berjarak sehelai rambut, berkat kehadiran Sekolah Rakyat Terintegrasi (SRT). Program pendidikan gratis dan berasrama yang dicanangkan Presiden RI Prabowo Subianto, tak hanya menyediakan bangku sekolah, tetapi juga jaminan hidup yang layak.
Asal tahu saja, putra dari Nur Wahidah itu bersekolah di SRT 46 Banyuwangi yang bertempat sementara di Balai Pelatihan Vokasi dan Produktivitas (BPVP), Kecamatan Muncar. Berstatus siswa sekolah dasar yang bernama Mohammad Rehan Reizi (12).
Sebagai seorang single parents alias janda, ibu yang bertempat tinggal di Desa Sumberberas, Kecamatan Muncar tersebut amat sangat bersyukur atas kehadiran Sekolah Rakyat. Baginya Sekolah Rakyat adalah telah memberikan cahaya baginya dan membukakan jalan bagi putranya dalam meraih asa.
“Terima kasih pak Prabowo sudah menghadirkan Sekolah Rakyat ini. Adanya sekolah gratis ini, saya merasa sangat terbantu. Semoga anak saya bisa maju, berkembang, dan menjadi orang yang sukses kelak. Harus lebih dari saya,” kata Nur Wahidah, Jumat (3/10/2025).
Tampak ibu berusia 50 tahun itu datang dengan membawa tongkat bambu berbalut busana hitam, menghadiri acara Dialog Siswa Rakyat Terintegrasi 46 Banyuwangi bersama Menteri Sosial (Mensos) RI, Saifullah Yusuf.
Bersama anaknya, Nur Wahidah dihadapan Gus Ipul, sapaan karib Saifullah Yusuf dan seisi Auditorium Kh. Asad Syamsul Arifin BPVP, dirinya mengisahkan pahit getirnya perjuangan. Keheningan merayap di antara hadirin saat ia mulai bercerita.
“Setelah diceraikan, saya menghidupi kedua anak saya yang masih bersekolah hanya dari memijat. Karena mantan suami saya tidak pernah memberi kami uang,” ucapnya di hadapan Gus Ipul seraya menangis.
Bukan tanpa alasan, tangis Nur Wahidah pecah. Air mata yang ia seka cepat, bukan hanya luapan duka atas kisah yang berat, tetapi juga air mata haru atas perhatian pemerintah. Ibu yang berpenghasilan cukup untuk makan itu, merasa bebannya terangkat, kegelapan di sekelilingnya seolah tersibak. Dimana kini anaknya bisa layak hidup dan bersekolah demi mencapai cita-citanya.
“Saya senang karena anak saya sekolahnya sudah terjamin. Kehidupan di asrama seperti makan, tidur dan kegiatan dan lainya juga terjamin,” tutur Nur Wahidah.
“Kalau dirumah kurang makan, dan kadang saya juga tidak punya uang buat anak saya,” imbuhnya.
Harapan Nur Wahidah kini tertumpu pada Rehan. Dengan hati yang penuh ketulusan, dirinya mendoakan agar di Sekolah Rakyat ini, anaknya bisa tumbuh menjadi pribadi yang berprestasi, membanggakan keluarga, bangsa, dan negara.
“Semoga di sekolah rakyat ini anak saya, menjadi anak yang punya banyak prestasi dan mengharumkan bangsa dan negara,” harapnya penuh ketulusan.
Sementara itu, Gus Ipul menyampaikan, kisah Nur Wahidah adalah secuil cerita dari 165 SRT seluruh Indonesia. Memang adanya sekolah rakyat merupakan ajakan dari Presiden Prabowo untuk keluarga yang penuh kekurangan dan tidak terdengar suaranya.
“Dengan sekolah rakyat ini mereka diberi kesempatan bagi keluarga yang kurang mampu menyekolahkan anaknya,” ucapnya. (*)
PEWARTA : ANGGARA CAHYA
EDITOR :
Pewarta | : Syamsul Arifin |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Guru Besar UGM Sarankan Dana Makan Bergizi Gratis Ditransfer Langsung ke Siswa
Proses Identifikasi Korban Runtuhan Bangunan Ponpes Al Khoziny Dibagi Tiga Kluster
Eddy Soeparno Dorong Subsidi LPG 3 Kg Dialihkan Jadi Bantuan Tunai
Kakao, Aluminium, dan Kopi Jadi Andalan Ekspor Indonesia JanuariāAgustus 2025
Viral Mantan Dosen UIN Diusir dari Rumahnya, Sebenarnya Apa Tugas dan Fungsi RT dan RW?
Menkeu dan Menteri ESDM Beda Pandangan soal Data Subsidi Elpiji
Mensos Ajak Camat hingga Kades di Banyuwangi untuk Sukseskan Digitalisasi Bansos
Warga Sidoarjo Gelar Sholat Gaib, Doakan Santri Ponpes Al Khoziny sebagai Syuhada
KH Abdullah Mujib Hasan, Kiai Arsitek Tanpa Gelar Akademik
Viral Kasus Pengusiran Mantan Dosen UIN Malang, Pakar Hukum: RT dan RW Tak Punya Kewenangan Formal