TIMESINDONESIA, PROBOLINGGO – Di tengah hiruk-pikuk musik dan gemerlap lampu panggung Bromo Sunset Music and Culture “Seven Lakes” 2025, seorang pria tampak mencuri perhatian. Ia bukan artis atau tamu kehormatan, melainkan sosok sederhana yang konsisten menjaga warisan budaya leluhur: Darusman, pemilik usaha Udeng Tengger Ekraf.
Saat di temui TIMES Indonesia di Amphitheater Jembatan Kaca Seruni Point Bromo, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura, Sabtu (18/10/2025). Dengan penuh semangat, ia menjelaskan makna filosofi di balik penutup kepala khas masyarakat Tengger yang sarat nilai kehidupan dan spiritualitas.
“Bentuk udeng segi empat itu melambangkan arah mata angin, sedangkan segitiga menunjukkan bahwa manusia dilahirkan, hidup, dan meninggal,” terang Darusman.
Ia menambahkan, lilitan udeng dari kiri ke kanan menandakan upaya menjauhkan diri dari pikiran negatif, sedangkan lilitan dari kanan ke kiri bermakna menempatkan pikiran positif selalu di depan.
Filosofi lainnya, ujung atas udeng menggambarkan ketuhanan, bahwa Tuhan harus menjadi pusat kehidupan manusia. Sementara ujung bawah yang lancip kecil menjadi simbol sifat membumi, bersyukur, dan menghargai sesama.
“Ikatan di belakang itu tali wangsul, tanda bahwa kita punya leluhur dan pada akhirnya akan kembali. Sisi kanan yang lebih tinggi berarti kebaikan harus lebih tinggi,” ungkapnya.
Darusman juga mengulas perbedaan gaya pemakaian udeng di masa lampau. “Dulu rakyat jelata memakai udeng terbuka. Tapi di Bromo, tempat para bangsawan Majapahit, udengnya tertutup. Di Bali juga begitu, pemangku dan sesepuh pasti pakai yang tertutup,” jelasnya.
Kecintaannya terhadap budaya Tengger bukan sekadar retorika. Ia mengaku selalu memakai udeng ke mana pun, bahkan ketika beribadah ke Tanah Suci.
“Ini panggilan hati. Saya ke Saudi dan Madinah pun tetap pakai udeng,” katanya sambil tersenyum.
Atas dedikasinya, Darusman pernah menerima penghargaan Pelestari Budaya Jawa Timur dari Gubernur Soekarwo pada 2011, serta Entrepreneur Award Kabupaten Probolinggo pada 2013. Ia juga pernah mendapat penghargaan “softener terfavorit” dalam ajang Bromo Sunset Music and Culture “Seven Lakes”.
Darusman berharap pemerintah daerah terus memberi perhatian terhadap pelestarian budaya lokal. “Saya berharap kepada Bupati Probolinggo, Gus Haris teruslah melestarikan tradisi dan adat kita. Kalau bukan kita, siapa lagi? Karena memakai udeng Tengger selain keren, otomatis kita menjaga warisan budaya kita,” ucapnya dengan tegas.
Dengan gaya khasnya, Darusman menutup percakapan dengan kalimat yang menempel di benak para pendengarnya.
“Ingat, kalau ganteng itu takdir. Tapi kalau keren itu pilihan. Dan pilihan untuk tetap keren ya dengan Udeng Bromo Dekraf,” tutupnya.
Secara harfiah, kata udeng berasal dari ungkapan untunge seng mudeng, yang bermakna “beruntunglah orang yang mengerti.” Sementara Tengger berasal dari kata anteng dan seger cerminan karakter masyarakat yang tenang dan segar dalam berpikir dan bersikap.
Melalui tangan dan semangat Darusman, Udeng Tengger bukan hanya dikenakan, tetapi dihidupkan kembali sebagai identitas, kebanggaan, dan gaya hidup yang berakar pada nilai luhur budaya Bromo.
Editor | : Hainorrahman |
Ribuan Peserta dari Berbagai Daerah Meriahkan Ijen Marching Festival Banyuwangi
Sayur Organik Hasil Pertanian Warga Binaan Lapas Bondowoso Dilirik Program MBG
Nominasi Piala Citra 2025, Morgan Oey Kandidat Pemeran Utama Pria Terbaik
Wali Kota Kediri Tekankan Pentingnya Pakta Integritas fondasi dasar dari kepercayaan publik
BK UM Malang Dorong Guru SD Kuasai Pendekatan SLA untuk Kembangkan Well-Being Siswa
Kasus Suami Bunuh Istri di Banyuwangi, Tetangga Kaget Karena Terlihat Seperti Keluarga Harmonis
UM Ajak Siswa Sabilillah Kenali Dunia Baru Melalui Bahasa Jerman
Gandeng UB, BWI Dorong Ekosistem Wakaf Produktif di Kampus
Indonesia–Arab Saudi Perkuat Standar Kesehatan Jamaah Haji
Yogyakarta Bawa Rasa Pulang ke Ibu Kota Lewat Festival Remember November 2025