TIMESINDONESIA, JAKARTA – Kantor Kementerian Agama (Kemenag) Kota Mataram, Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), menyebutkan bahwa penerapan aplikasi Simkah (Sistem Informasi Manajemen Nikah) terbukti efektif mencegah terjadinya kasus pernikahan anak di Mataram.
“Sejak aplikasi Simkah diterapkan beberapa tahun lalu, kami sudah tidak lagi mencatat pernikahan anak,” ujar Kepala Kantor Kemenag Kota Mataram, H. Hamdun, di Mataram, Selasa (21/10/2025).
Melalui aplikasi Simkah, setiap data pendaftaran perkawinan yang dimasukkan oleh Kantor Urusan Agama (KUA) wajib memenuhi sejumlah syarat, salah satunya usia calon pengantin minimal 19 tahun.
“Jika ada calon pengantin yang mendaftar dengan usia di bawah itu, data akan otomatis tertolak di sistem. Jadi selama ini kami sudah tidak lagi mencatat pernikahan anak,” jelasnya.
Hamdun menegaskan, jika masih ada pernikahan di bawah umur yang terjadi karena faktor tertentu, biasanya dilakukan secara siri dan hal tersebut di luar tanggung jawab Kemenag.
“Kalau pun sampai terjadi karena hal-hal yang tidak bisa dihindari dan dilakukan secara siri, itu di luar tanggung jawab kami. Untuk isbat nikah dan penerbitan buku nikah, mereka harus mengajukan ke pengadilan,” ujarnya.
Kemenag Kota Mataram juga menegaskan tidak akan memberikan izin ataupun mengeluarkan buku nikah bagi pasangan yang menikah di bawah usia yang ditetapkan.
Selain melalui sistem digital, Kemenag juga gencar melakukan edukasi pencegahan pernikahan anak melalui madrasah dan sekolah. Edukasi diberikan dalam bentuk pemahaman pentingnya kematangan usia serta perlindungan terhadap hak anak.
Program tersebut dilaksanakan melalui kegiatan Bimbingan Remaja Usia Sekolah (BRUS) di sekolah dan madrasah, serta melalui sosialisasi langsung oleh penyuluh agama di KUA.
“Edukasi itu mencakup pemahaman tentang risiko kesehatan, pendidikan, sosial, dan keluarga akibat pernikahan dini,” kata Hamdun.
Selain itu, Kemenag juga menyelenggarakan bimbingan pranikah bagi calon pengantin yang telah memenuhi batas usia minimal 19 tahun. Program ini bertujuan menyiapkan pasangan secara mental, sosial, dan finansial sebelum membangun rumah tangga.
Data Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Mataram mencatat, sejak Januari hingga September 2025 terdapat delapan kasus pernikahan anak yang ditangani. Dari jumlah tersebut, enam kasus berhasil dicegah atau dibatalkan.
“Sementara dua kasus lainnya tetap melanjutkan pernikahan karena alasan kehamilan yang tidak diinginkan,” ungkap Hamdun.
Dengan penerapan Simkah dan edukasi lintas lembaga, Pemerintah Kota Mataram optimistis angka pernikahan anak akan terus menurun. Sinergi teknologi dan pendidikan dianggap menjadi langkah strategis dalam melindungi generasi muda dari dampak negatif pernikahan dini. (*)
Pewarta | : Rochmat Shobirin |
Editor | : Imadudin Muhammad |
Pupuk Indonesia Salurkan 64% Pupuk Bersubsidi, Capai 6,14 Juta Ton di 2025
Kopi Taji Transforms Bromo Foothills into Thriving Coffee Education Destination
Ponorogo Kibarkan Bendera Modernitas Santri, Santri Vaganza HSN 2025 Digelar Spektakuler
Srikandi Damkar Pemalang: Kisah Jenni, dari Matematika ke Penjinak Api
Proyek Baru Jun Ji Hyun Setelah Tempest, Bareng Lee Byung Hun dan Ji Chang Wook
Indonesia’s Linow Lake: A Volcanic Gem with Changing Colors, Symbolizing Nature and Energy Harmony
Topeng Malangan: An Art Deeply Rooted in History
Menkeu Purbaya Siapkan Sistem Baru, Akhiri Kebiasaan Pemda Parkir Dana di Bank
Menkop Targetkan 80 Ribu Koperasi Desa Beroperasi Penuh pada Maret 2025
Bapenda Banyuwangi Temukan Kejanggalan Setoran Pajak di Dua Restoran Besar