TIMESINDONESIA, MALANG – Peristiwa ricuh dalam aksi demonstrasi di Pati beberapa waktu lalu menyita perhatian publik. Ratusan warga turun ke jalan, menyuarakan kekecewaan terhadap kebijakan pemerintah daerah. Meski sempat diwarnai ketegangan, dinamika ini ternyata melahirkan dampak lanjutan yang signifikan: DPRD Pati mulai mempertimbangkan penggunaan hak angket untuk mengusut permasalahan yang menjadi sumber keresahan warga.
Di balik suasana panas yang terjadi, kita dapat melihat sisi positif yang jarang dibicarakan. Pertama, aksi ini menunjukkan bahwa masyarakat memiliki keberanian untuk memperjuangkan aspirasinya secara terbuka. Meski ricuh, keberanian tersebut merupakan bentuk partisipasi politik yang lahir dari kepedulian terhadap jalannya pemerintahan. Rasa kepemilikan warga atas daerahnya menjadi modal sosial yang sangat berharga bagi proses demokrasi lokal.
Kedua, eskalasi aksi di jalan justru menjadi pemicu bagi DPRD untuk bergerak. Mekanisme hak angket adalah salah satu instrumen pengawasan yang dimiliki legislatif untuk menelusuri kebijakan atau tindakan eksekutif yang dianggap bermasalah. Fakta bahwa aksi masyarakat mendorong DPRD untuk mempertimbangkan langkah ini menunjukkan adanya hubungan timbal balik antara suara rakyat dan fungsi pengawasan wakil rakyat.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Ketiga, peristiwa ini mengajarkan bahwa tekanan publik, jika dikelola secara proporsional, dapat menjadi pendorong lahirnya transparansi. Meski jalannya tidak ideal karena diawali kericuhan, hasilnya bisa mengarah pada pemerintahan yang lebih akuntabel. Hak angket, jika digunakan dengan niat tulus untuk kepentingan umum, berpotensi membuka ruang dialog yang lebih luas dan memperkuat posisi DPRD sebagai representasi rakyat.
Sejarah politik lokal maupun nasional membuktikan bahwa perubahan kebijakan sering kali dimulai dari tekanan publik. Dalam konteks Pati, riak di jalanan telah merembes ke ruang sidang parlemen. Ini membuktikan bahwa suara rakyat tetap memiliki daya dorong yang nyata, bahkan dalam sistem politik yang terkadang terasa jauh dari warga biasa.
Jika kita melihat polanya, ada hubungan langsung antara keberanian masyarakat menyuarakan pendapat dan respons lembaga legislatif yang mulai aktif menggunakan haknya. Partisipasi warga menjadi pemicu gerak, sementara mekanisme hukum di parlemen menjadi pengikat agar proses perbaikan tidak berhenti di tengah jalan.
Dari sini, dapat ditarik prinsip umum bahwa demokrasi lokal akan sehat jika ada keseimbangan antara tekanan publik yang konstruktif dan respons politik yang bertanggung jawab. Aksi di jalanan memang bisa menjadi awal, tetapi tindak lanjutnya di ruang sidang parlemenlah yang menentukan apakah aspirasi rakyat benar-benar diakomodasi.
Persitiwa tersebut setidaknya memberikan ikhbar, bahwa ricuhnya demo Pati ternyata membawa dampak positif yang tidak bisa diabaikan. Ia membangkitkan kesadaran bahwa suara rakyat memiliki jalur formal untuk direspons, yakni melalui hak angket DPRD. Perpindahan isu dari jalanan ke parlemen adalah tanda bahwa sistem demokrasi bekerja walaupun tidak selalu berjalan mulus.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
Ke depan, tantangannya adalah memastikan bahwa hak angket benar-benar dijalankan dengan integritas, bukan sekadar formalitas politik. Jika itu dapat diwujudkan, maka momentum ini akan menjadi contoh bagaimana ketegangan di ruang publik bisa berubah menjadi proses legislasi yang produktif. Dengan demikian, demokrasi lokal di Pati akan semakin matang, menggabungkan keberanian warga dan kesigapan wakil rakyat dalam satu irama perjuangan untuk kebaikan bersama. Jika komitmen tersebut dapat diwujudkan, momentum pasca-ricuh ini akan menjadi preseden positif—bahwa ketegangan di ruang publik bukanlah akhir dari cerita, melainkan pintu masuk menuju perubahan yang lebih substantif. Ketika aspirasi yang awalnya disuarakan di jalanan berhasil diolah menjadi langkah konkret di ruang sidang parlemen, itu berarti sistem demokrasi bekerja sebagaimana mestinya: menyalurkan suara rakyat melalui mekanisme yang sah dan terukur.
INFORMASI SEPUTAR UNISMA DAPAT MENGUNJUNGI www.unisma.ac.id
*) Penulis: Dr. Imam Safi’i, M.Pd, Dosen Fakultas Agama Islam (FAI), Universitas Islam Malang (UNISMA).
*) Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
__________
*) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
*) Naskah dikirim ke alamat e-mail: opini@timesindonesia.co.id
Pewarta | : Febti Ismiatun, S.Pd., M.Pd. |
Editor | : Dhina Chahyanti |
Bupati Kediri dan Istrinya Bertemu dan Video Call Guru SMA Mengingat Momen Kenangan
Tiga Tahun Belum Serah Kunci, Pengembang Perumahan di Malang Diadukan ke Dewan
Jalan Nordik Jadi Tren Baru, Kota Yogyakarta Siap Jadi Kota Sport Tourism
Salah Pagu, Belasan Siswa SDN Candipari II Sidoarjo Dipaksa Pindah Sekolah
Kolaborasi Solid Pemkot Surabaya-Pemprov Jatim, Taman Apsari Kembali Pulih Pasca Pesta Rakyat
Kepala Bappeda Kabupaten Malang Ditunjuk Pj Sekdakab Malang, Sanusi: Senior dan Loyalitas
Kabupaten Mojokerto Tidak Ada Kenaikan Pajak PBB P2
Pemprov Jatim Gelar Pasar Murah di Kota Pasuruan
PBAK 2025 UIN KHAS Jember Diikuti 2.466 Mahasiswa Baru dan Angkat Isu Ekoteologi
HUT RI ke-80, Lanud Abdul Rachman Saleh Gelar Lomba Unik dengan Ban Pesawat