TIMESINDONESIA, MALANG – Wakil Bupati Malang Hj. Lathifah Shohib menyatakan, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Malang berkomitmen menuntaskan persoalan Anak Tidak Sekolah (ATS). Hal ini dilakukan melalui berbagai intervensi pendidikan non-formal dan dukungan lintas sektor.
Wabup Lathifah menyoroti, tingginya jumlah anak tidak sekolah di Kabupaten Malang yang mencapai sekitar 19 ribu anak. Meski secara persentase kecil, angka tersebut tetap menjadi perhatian serius karena menyangkut masa depan sumberdaya manusia daerah.
“Penanganan anak tidak sekolah di Kabupaten Malang harus dilakukan serius. Jumlahnya memang masih cukup tinggi, sekitar 19 ribuan. Padahal SDM merupakan aset penting bagi Kabupaten Malang, jadi hak-hak pendidikan harus kita penuhi,” tandas Lathifah Shohib, saat acara Workshop Penanganan Anak Tidak Sekolah (ATS) di Kabupaten Malang, Selasa (21/10/2025).
Dikatakan, penyebab anak tidak sekolah bervariasi, karena persoalan ekonomi, sosial, hingga minimnya dukungan keluarga. Maka, Pemkab Malang juga berupaya mengurai setiap permasalahan tersebut, agar tidak ada lagi anak yang kehilangan hak mendapatkan pendidikan.
“Kalau kendalanya di keluarga, ekonomi, atau sosial, nanti kita bantu untuk mencari solusi. Semua anak harus punya kesempatan yang sama untuk belajar,” tambahnya.
Pemkab Malang telah memfasilitasi anak-anak yang tidak sekolah untuk mengikuti pendidikan di PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat). Saat ini, terdapat 65 PKBM di Kabupaten Malang, dan 50 di antaranya aktif menyelenggarakan program pendidikan kesetaraan Paket A, B, dan C.
“Anak-anak yang tidak sekolah nanti kita masukkan ke PKBM. Mereka tidak perlu membayar karena sudah mendapat bantuan BOP dan BOS dari pemerintah. Bahkan, nominal bantuannya sedikit lebih besar dari sekolah formal, ini bukti perhatian pemerintah,” jelas Wabup Lathifah.
Pemerintah Kabupaten Malang kini menargetkan program “Zero ATS” yang akan dilaksanakan secara bertahap hingga tuntas.
“Tahun pertama, kedua, dan ketiga akan kita rancang perencanaannya. Kita ingin jelas targetnya, pembagian tugasnya juga konkret, mulai dari kepala desa, camat, hingga Dinas Pendidikan sebagai eksekutor,” tegasnya.
Selain itu, Hj. Lathifah menekankan pentingnya peran Tim Penggerak PKK dalam sosialisasi dan pendekatan persuasif kepada masyarakat.
“PKK harus dilibatkan, terutama yang menangani bidang pendidikan. Saat melakukan kunjungan, mereka bisa mendorong keluarga agar anak-anaknya mau kembali bersekolah. Pengaruh dari ibu itu besar sekali,” ujarnya.
Dalam kesempatan ini pula, semua pihak bersama-sama menunjukkan komitmennya dengan Deklarasi Komitmen Penanganan ATS bersama Dinas Pendidikan Kabupaten Malang.
Sementara itu, Ketua Komisi IV DPRD Kabupaten Malang dari Fraksi Partai Gerindra, Zia Ulhaq, menyatakan bahwa isu Anak Tidak Sekolah (ATS) sudah menjadi perhatian serius DPRD dan telah dianggarkan dalam APBD 2025.
“Masalah ATS ini sudah menjadi atensi DPRD. Tahun 2025 sudah kami alokasikan anggaran, tadi juga disalurkan ke 400-an penerima melalui bidang yang menangani warga belajar non-formal,” jelas Zia Ulhaq.
Menurutnya, target besar Pemkab dan DPRD adalah menjadikan Kabupaten Malang sebagai daerah “Zero Anak Tidak Sekolah”. Namun, ia mengakui bahwa tantangan masih cukup besar, terutama dalam pendanaan bagi peserta didik dewasa.
“Bagi anak usia produktif sampai 24 tahun itu masih tanggung jawab pemerintah pusat. Tapi untuk usia 25 tahun ke atas, tanggung jawabnya ada di pemerintah daerah. Itu bisa kita biayai lewat APBD,” terangnya.
Zia mencontohkan, jika setiap peserta didik membutuhkan biaya sekitar Rpn2 juta hingga lulus, maka dengan asumsi ada 3.000 peserta ATS, Pemkab perlu menyiapkan sekitar Rp 6 miliar per tahun.
“Kalau anggarannya 2 juta per anak sampai selesai, berarti 2 juta dikali 3 ribu, totalnya 6 miliar setahun. Dan berapa pun anggaran yang dibutuhkan, selama untuk kepentingan rakyat dan pendidikan, pasti akan kita dukung di DPRD,” tegasnya.
Ia juga menekankan pentingnya sistem pendidikan kesetaraan yang transparan dan berkualitas.
“Sekarang tidak bisa lagi ada ijazah instan. Semua peserta harus benar-benar belajar dan hadir di PKBM agar mendapat ijazah Paket A, B, atau C secara sah,” tandas Zia. (*)
Pewarta | : Khoirul Amin |
Editor | : Ferry Agusta Satrio |
Proyek Baru Jun Ji Hyun Setelah Tempest, Bareng Lee Byung Hun dan Ji Chang Wook
Indonesia’s Linow Lake: A Volcanic Gem with Changing Colors, Symbolizing Nature and Energy Harmony
Topeng Malangan: An Art Deeply Rooted in History
Menkeu Purbaya Siapkan Sistem Baru, Akhiri Kebiasaan Pemda Parkir Dana di Bank
Menkop Targetkan 80 Ribu Koperasi Desa Beroperasi Penuh pada Maret 2025
ASN Pemkab Sidoarjo Kena Grebek saat Pesta Gay di Surabaya, BKD: Belum Ada Laporan
Fakta Baru Kasus Istri Potong Alat Vital Suami, Polisi Gelar Rekonstruksi di Jakbar
Survei Elektabilitas Parpol di Jatim Versi ARCI: Golkar Pepet PDIP, Demokrat Meningkat
Viral Pesta Sesama Jenis di Hotel Surabaya, Ini Respons Wali Kota Eri Cahyadi
AHY Tegaskan KAI Harus Tetap Sehat di Tengah Beban Utang Kereta Cepat