TIMESINDONESIA, GRESIK – Sejumlah warga di Desa Melirang, Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik, Jawa Timur memprotes proyek kawasan industri yang dikelola PT Bungah Industrial Park (BIP). Para warga heran, lahan belum dijual namun pihak perusahaan sudah menggusur.
Salah seorang warga Yahya mengaku tanah miliknya yang ditanami pohon singkong telah dirusak karena diratakan oleh alat berat. Padahal, lahannya berada di luar plot perusahaan.
“Tanaman singkong saya langsung diratakan tanpa pemberitahuan. Saya tidak pernah menjual tanah itu, tapi tiba-tiba sudah dianggap masuk milik perusahaan,” ujarnya usai audiensi di Balai Desa Melirang Senin (25/8/2025).
Kisah serupa dialami belasan warga lain di Dusun Pereng Wetan. Sekitar 5 hektar tanah milik 14 orang warga masih digarap, namun kini masuk ke dalam sertifikat perusahaan.
Ironi kian terasa ketika perusahaan hanya mau memberi kompensasi Rp3.000 per meter. Padahal, berdasarkan keterangan pihak BIP sendiri, lahan itu dibeli melalui lelang seharga Rp 195 ribu per meter.
“Bayangkan, tanah kami dihargai Rp 3.000 per meter. Itu sama saja menghina. Bahkan ada warga hanya dikasih Rp 3,5 juta untuk satu bidang tanah, tanpa hitungan per meter. Sementara satu warga yang punya rumah diberi Rp 50 juta. Ini tidak adil,” ungkap salah satu pemilik lahan.
Masalah ini berawal sejak tahun 1900-an ketika PT Puri Mas mulai melakukan pembebasan lahan. Dari 162 hektar yang diplot, hingga 1995 masih banyak lahan warga yang belum dibeli.
Namun, pada 1997 tiba-tiba muncul sertifikat global 116 hektar. Lahan itu berpindah tangan beberapa kali—hingga akhirnya jatuh ke PT Bungah Industrial Park.
Kepala Desa Melirang, H. Muafaq, menegaskan sejak awal pihak desa sudah memberi surat resmi bahwa masih ada tanah warga yang belum terbeli. Bahkan, terdapat lahan negara lebih dari satu hektar di dalam kawasan tersebut.
“Semestinya tanah-tanah itu tidak boleh disentuh. Tapi faktanya, sudah diratakan dengan alat berat. Bahkan jalan desa yang menjadi akses warga juga ditutup,” kata Muafaq.
Berbagai pertemuan sudah digelar. Dari pos pantau TNI AL hingga balai desa. Pertemuan itu melibatkan warga, perangkat, dan perwakilan perusahaan. Namun, semua berakhir buntu.
H. Amak, Perwakilan PT BIP, dalam salah satu mediasi, menyatakan dengan tegas jika apa yang dilakukan perusahaan adalah sah. Ia mengklaim tanah yang masih dikuasai petani itu milik korporasi.
“Ini tanah kami secara sah. Maka kami berhak melakukan apapun. Tidak ada lagi proses beli, hanya kompensasi," ujarnya.
Ucapan itu sontak memicu kemarahan warga. Bagi mereka, perusahaan tidak sekadar menyerobot lahan, tetapi juga menginjak harga diri mereka sebagai petani yang masih memegang hak atas tanahnya. (*)
Pewarta | : Akmalul Azmi |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
RIIZE Konser di Jakarta, Siap-siap Nabung! Cek Harga Tiket dan Tanggal Perang Tiketnya
Baru Tayang, Demon Slayer jadi Film Terlaris di Jepang
Chilly but Not Freezing: What Foreign Tourists Say About Bromo
Bukan Sekadar Angka, Pameran Data Art di Yogyakarta Ubah Data Jadi Seni yang Hidup
BKPSDM, Bapenda, dan P3DW Majalengka Jalin Kerja Sama Optimalisasi Pajak Kendaraan ASN
BP Haji Jadi Kementerian, Diharapkan Kolaborasi dengan Kemenag
Fenomena Alam di Sidoarjo, Belasan Hiu Tutul Muncul di Muara Sungai Porong
Ikan Koi Bernilai Rp700 Miliar, Pemkab Kediri Bakal Gelar Koi Show
Eks Karyawan Tagih Tunggakan Gaji, Manajemen Madiun Umbul Square Akui Kesulitan Keuangan
Anggota DPRD Golkar Ciamis Dorong Penerapan Aplikasi SIPOPAY di Seluruh Posyandu untuk Tekan Stunting