TIMESINDONESIA, YOGYAKARTA – Keraton Yogyakarta kembali menjadi sorotan publik dengan digelarnya pameran temporer akhir tahun bertajuk 'Pangastho Aji, Laku Sultan Kedelapan'. Pameran yang berlangsung di Kompleks Kedhaton ini resmi dibuka untuk masyarakat sejak 27 September 2025 hingga 24 Januari 2026.
Pameran ini menampilkan perjalanan panjang Sri Sultan Hamengku Buwono VIII yang dikenal visioner dan progresif.
Kunjungan perdana dilakukan langsung oleh Gubernur DIY sekaligus Raja Keraton Yogyakarta, Sri Sultan Hamengku Buwono X, didampingi GKR Bendara serta jajaran Forkopimda DIY. Kehadiran Sri Sultan menegaskan dukungan penuh terhadap pelestarian sejarah dan budaya melalui medium pameran modern dan interaktif.
Pameran ini menghadirkan koleksi eksklusif tentang perjalanan GPH Puruboyo hingga ditasbihkan sebagai Sri Sultan HB VIII pada 1921. Tak hanya mengulas intrik politik awal abad ke-20, narasi juga mengangkat peran Sultan dalam membangun infrastruktur, memperkuat seni pertunjukan, serta menata budaya Yogyakarta.
Bangunan ikonik seperti Gedhong Jene, Bangsal Manis, hingga sejumlah regol bersejarah yang masih berdiri hingga kini merupakan hasil karya dan renovasi di masa pemerintahan HB VIII.
Di bidang seni, Wayang Wong mengalami perkembangan besar, dengan kostum dan karakter tokoh yang semakin detail.
“Banyak karya tari Wayang Wong lahir di masa beliau. Kostum dan topengnya lebih beragam sehingga memudahkan penonton memahami karakter tokoh. Ini bukti pengaruh besar HB VIII terhadap perkembangan seni pertunjukan,” ungkap GKR Bendara, Selasa (30/9/2025).
Selain koleksi fisik, pengunjung juga dimanjakan dengan instalasi multimedia interaktif. Salah satunya sengkalan angka delapan bergambar gajah yang dilengkapi efek suara, melambangkan HB VIII sebagai Sultan kedelapan dengan karya monumental sepanjang pemerintahannya.
“Nilai-nilai yang ditampilkan di sini bukan hanya dokumentasi sejarah, tapi juga refleksi. Dari HB VIII kita belajar bagaimana budaya bisa berjalan seiring dengan modernisasi,” tambah GKR Bendara.
Nyi R.R.Y. Noorsundari, penanggung jawab pameran, menjelaskan bahwa beberapa koleksi juga ditempatkan di lokasi lain, seperti kereta kuda HB VIII di Kagungan Dalem Wahanarata. “Merawat sejarah adalah kewajiban kita bersama. Dengan begitu, generasi mendatang bisa terus memahami jati diri bangsa,” ujarnya.
Selama tiga hari pembukaan, pameran ini disertai pertunjukan seni di Pagelaran Keraton. Beberapa di antaranya adalah Wayang Wong Parta Krama, Srikandhi Maguru Manah, dan Sembadra Larung yang sukses menyedot perhatian penonton.
Salah satu pengunjung, Rani (27), mahasiswa asal Sleman, mengaku terkesan dengan pameran yang digelar Keraton.
“Biasanya saya hanya tahu Sultan HB VIII dari buku sejarah, tapi di sini bisa melihat langsung peninggalan nyata. Instalasi digitalnya keren banget, bikin sejarah jadi lebih hidup,” ungkapnya.
Pengunjung lain, Agus (45), wisatawan asal Surabaya, menilai pameran ini sangat edukatif bagi generasi muda.
“Anak saya jadi lebih mudah memahami sejarah lewat visual dan pertunjukan seni. Tidak membosankan, justru menyenangkan,” tuturnya.
Nama Pangastho Aji berasal dari kata pangasta-astha yang berarti pengemban kekuasaan kedelapan, sedangkan aji merujuk pada raja atau tunggal. Filosofi ini menjadi pengantar memahami perjalanan HB VIII sebagai penguasa Jawa yang membawa patron baru dalam sejarah kebudayaan.
Melalui pameran ini, Keraton Yogyakarta membuktikan bahwa pelestarian budaya tidak berhenti pada arsip atau dokumen semata, tetapi terus berkembang menjadi ruang pembelajaran yang interaktif.
Kunjungan Sri Sultan HB X sekaligus menjadi pesan penting bahwa Keraton Yogyakarta tidak hanya menjaga warisan leluhur, tetapi juga terus menghadirkan ruang refleksi bagi masyarakat luas. Dengan pendekatan modern, sejarah HB VIII bisa dinikmati lintas generasi, baik oleh akademisi, pelajar, maupun wisatawan.
Pameran ini pun diprediksi bakal menjadi salah satu destinasi wisata budaya paling diminati di Yogyakarta hingga awal 2026.
“Keraton Yogyakarta membuka pintu bagi siapa saja yang ingin belajar tentang sejarah. Pangastho Aji adalah pengingat bahwa budaya adalah fondasi kemajuan bangsa,” tegas Sri Sultan HB X dalam kunjungannya.
Dengan suguhan koleksi bersejarah, instalasi digital, hingga pertunjukan seni, Pameran Pangastho Aji menjadi bukti nyata bagaimana Yogyakarta menjaga tradisi sekaligus beradaptasi dengan zaman. (*)
Pewarta | : A Riyadi |
Editor | : Ronny Wicaksono |
Kementerian Haji dan Umrah Gandeng Kejaksaan untuk Penyelenggaraan Haji dan Umrah Bebas Korupsi
Pancasila, Kebhinekaan Abadi Indonesia
Futsal Tuli se-Jatim di Bojonegoro, Rayakan Persatuan di Hari Bahasa Isyarat Internasional
Pancasila dan Korupsi Kepala Daerah
Penjualan Tiket MotoGP Indonesia 2025 di Mandalika Capai 87 Persen
SPPG di Kota Malang Belum Semua Kantongi Sertifikat
Rayakan Hari Pariwisata Dunia, Sumba Barat Daya Siap Jadi Destinasi Premium Dunia
Putra BJ Habibie Diperiksa KPK sebagai Saksi Kasus Dugaan Korupsi Bank BJB
Memutus Rantai Masalah Sosial
Kemenag Pastikan Evakuasi dan Pemulihan Santri Ponpes Al Khoziny Berjalan Cepat