TIMESINDONESIA, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga RI (Kemendukbangga RI) dan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) terus memperluas akses kontrasepsi Keluarga Berencana (KB) hingga ke seluruh pelosok daerah di Indonesia.
Kebijakan itu diperkuat dengan rencana menambahkan anggaran hingga Rp330 miliar untuk memperluas akses program KB bagi masyarakat.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga RI (Mendukbangga RI) sekaligus Kepala BKKBN, Wihaji menyatakan keluarga berencana tidak boleh dianggap isu yang telah selesai karena pengentasan kemiskinan dapat dioptimalkan melalui metode kontrasepsi yang tepat.
"Pengendalian kelahiran adalah bagian dari strategi pembangunan ekonomi dan sosial, bukan sekadar urusan kesehatan. Kontrasepsi bukan soal hamil atau tidak, melainkan soal hak dan masa depan. Siapapun yang ingin menjaga jarak kelahiran harus mendapatkan akses yang mudah," ujarnya dalam keterangan resmi, Kamis (23/10/2025).
Mendukbangga Wihaji juga mengingatkan pentingnya efisiensi negara melalui investasi kontrasepsi.
"Berapa biaya yang dikeluarkan negara akibat kematian ibu, anak, atau stunting? Jauh lebih efisien jika kita menyediakan alat kontrasepsi yang tepat. Setiap rupiah yang diinvestasikan pada kontrasepsi menghasilkan manfaat berlipat," kata Mendukbanngga.
Menurutnya, pengelolaan fertilitas harus mencakup aspek ekonomi, mental, psikologis dan kualitas generasi. Oleh karena itu tugas Kemendukbangga/BKKBN bukan sekadar mengatur jumlah penduduk, melainkan menyiapkan outcome manusia Indonesia yang berkualitas.
"Isu kontrasepsi adalah bagian dari kebijakan besar untuk membangun bangsa yang sehat dan berdaya," ucap Mendukbangga Wihaji.
Ia juga menegaskan isu penurunan fertilitas tidak semestinya dipandang sebagai ancaman, tetapi peluang untuk memperkuat kualitas manusia Indonesia. Perubahan sosial dan ekonomi saat ini menuntut kebijakan baru yang adaptif.
Data menunjukkan 71 ribu perempuan di Indonesia menikah tanpa keinginan memiliki anak. "Ini realitas baru. Pertanyaannya bukan lagi apakah fertilitas menjadi masalah, melainkan bagaimana menjadikannya peluang bagi pembangunan SDM yang unggul," katanya.
Ia menekankan baik kenaikan maupun penurunan fertilitas sama-sama memiliki konsekuensi. Yang terpenting yakni memastikan setiap keluarga punya pilihan, setiap anak tumbuh sehat, dan setiap perempuan memiliki hak untuk menentukan jalan hidupnya. (*)
Pewarta | : Antara |
Editor | : Ronny Wicaksono |
"No Viral No Justice", Prof. Hufron: Keadilan Tak Boleh Dikendalikan Viralitas
Tantangan Distribusi Makan Bergizi Gratis di Kepri, Kementerian Siapkan Strategi Khusus untuk Pulau Terpencil
Revolusi Imigrasi: Paspor Dicek di Laut, Langsung Jalan saat Sandar
Ma'ruf Amin Tekankan Potensi Besar Ekonomi Syariah di Indonesia
Prabowo Dijadwalkan Hadiri KTT ASEAN di Kuala Lumpur
Tol Pejagan–Cilacap Mulai Konstruksi 2029
Santri dan Krisis Keteladanan di Negeri Lupa Adab
CEK FAKTA: Hoaks! Tautan Pendaftaran Magang Nasional dari TikTok
Dugaan Keracunan MBG, DPRD Kabupaten Malang Minta SPPG Bermasalah Dievaluasi
12 Pemikir Dunia Hadir di AICIS+ 2025, Kupas Ekoteologi dan Teknologi Masa Depan