TIMESINDONESIA, SURABAYA – Biaya operasional transportasi laut semakin tinggi di tengah pelemahan kurs rupiah terhadap dollar. Biaya operasional itu pun semakin membengkak, sementara harapan penyesuaian tarif belum terpenuhi.
Sementara diketahui, kurs rupiah terhadap USD saat ini semakin melemah, dimana rata-rata adalah di kisaran Rp16.450/USD.
Gabungan Pengusaha Nasional Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (Gapasdap) mengeluhkan kondisi bisnis angkutan penyeberangan tersebut.
Kondisi itu membuat pengusaha angkutan penyeberangan yang tergabung dalam Gapasdap semakin kesulitan dalam menutup biaya operasional angkutan penyeberangan.
"Kondisi tersebut sebenarnya sudah berlangsung cukup lama, dimana biaya-biaya yang terus bergerak naik, tidak bisa diimbangi dengan pendapatan yang cenderung stagnan, dikarenakan untuk tarif angkutan penyeberangan hingga saat ini belum ada penyesuaian," ungkap Ketua Bidang Usaha dan Pentarifan DPP Gapasdap, Rakhmatika Ardianto, S.T., di Surabaya, Selasa (9/9/2025).
Ardianto menjelaskan, bahwa kenaikan biaya yang terjadi selama ini adalah meliputi kenaikan biaya SDM, kenaikan kurs dollar yang sangat berpengaruh pada kenaikan biaya perawatan, serta spare part kapal yang 100 persen dipengaruhi oleh kurs dollar.
Begitu pula kenaikan biaya pengedokan, dan beberapa biaya yang berhubungan dengan aspek keselamatan kapal.
Maka dengan adanya kenaikan biaya-biaya tersebut, semakin membuat selisih perhitungan antara tarif dengan biaya semakin besar.
"Saat ini tarif yang berlaku pada angkutan penyeberangan mengalami kekurangan dari perhitungan HPP sebesar 31,8 persen, yang dihitung pada tahun 2019," tegas Rakhmatika Ardianto yang juga merupakan anggota Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI) ini.
Dengan tarif yang kurang tersebut, pengusaha angkutan penyeberangan dituntut harus memenuhi standar keselamatan dan standar kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah. Ardianto mewakili Gapasdap berharap segera ditentukan penyesuaian tarif.
"Kami berharap pemerintah dapat segera menyesuaikan tarif angkutan penyeberangan agar keberlangsungan operasi tetap terjaga dan juga pemenuhan standar keselamatan dan kenyamanan dapat dilakukan," ucapnya.
DPP Gapasdap sendiri terakhir melayangkan surat kembali kepada Menteri Perhubungan RI terkait menagih realisasi kenaikan tarif angkutan penyeberangan, pada 12 Agustus 2025 lalu.
Dalam rangka menunggu penyesuaian tersebut, ketika tarif yang berlaku belum sesuai dengan perhitungan biaya yang ada, pihaknya juga berharap ada insentif yang diberikan kepada perusahaan angkutan penyeberangan. Antara lain seperti pengurangan biaya kepelabuhanan, perpajakan, PNBP (Penerimaan Negara Bukan Pajak), dan bunga perbankan.
"Jika kondisi tersebut tidak diperhatikan, maka kami akan semakin kesulitan dalam mengoperasikan kapal kami, terutama dalam rangka memenuhi standar keselamatan maupun kenyamanan yang ditetapkan oleh pemerintah," ucapnya. (*)
Pewarta | : Lely Yuana |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |
Endhog-endhogan: Celebrating the Muslim Easter van Java
Vinicius dan Mbappe Masuk Nominasi Ballon d'Or 2025, Real Madrid Tetap Ragu Hadir
Orang Tua Diminta Tak Lepas Tanggung Jawab Anak di Daycare
Ketika Rakyat Menjadi Sapi Perah bagi Negara
Livoli Divisi Utama 2025, Kemenangan LavAni 3-0 Dipersembahkan untuk Ultah ke-76 SBY
MPP Kota Mojokerto Menjadi Pilot Project Tenaga Medis dan Kesehatan MPPDN Versi Baru
Wabup Sleman dan Bapas Yogyakarta Tanam Ribuan Bibit Kelapa untuk Ketahanan Pangan
Begini Arah Pembangunan di Kabupaten Malang Tahun 2026
Maher Zain Kembali ke Tanah Air, BSI Boyong Konser ke 3 Kota Besar
Makin Tak Terkendali, Israel Serang Qatar